Calo, bisa diartikan orang
yang menjadi perantara dan memberikan jasanya berdasarkan upah. Bisa juga
disamakan dengan makelar atau perantara. Dalam hal ini, calo tiket dapat
diartikan dengan perantara perusahaan pemberi jasa transportasi dan pengguna
jasa. Namun tindakannya, dapat meresahkan calon penumpang. Termasuk praktek
percaloan tiket di Stasiun kereta api (KA) Kertapati Palembang.
KEBERADAAN calo sangat
dibutuhkan oleh pihak produsen, pemilik barang atau jasa untuk memasarkan
barang/jasa yang mereka miliki. Dan juga sangat dibutuhkan oleh para
pembeli/pengguna jasa untuk memberikan informasi yang akurat sehingga pihak
konsumen dapat menentukan pilihan mereka terhadap barang/jasa sesuai dengan keinginan
dan anggaran mereka.
Namun, calo seringkali
melakukan pelanggaram hingga berdampak rusaknya citra para calo. Identik dengan
sikap pemaksaan serta penipuan, termasuk calo tiket di terminal, pelabuhan dan
bandara. Pelanggaran yang kerap dipraktekkannya, melakukan pemaksaan terhadap
calon penumpang agar membeli tiket, seperti sudah menjadi pemandangan umum di
terminal bus.
Sementara pelanggaran oleh
calo tiket KA, tindakannya yang memborong tiket, harga tiket yang ditawarkan
sangat tinggi. Menyerobot antrean, hingga calon penumpang asli yang antre
takut, karena para calo ini biasanya berkelompok. Fenomena ini, terpantau oleh Sumatera
Ekspres, Minggu pagi (8/1), di depan loket tiket KA Stasiun KA Kertapati.
Seorang pria, awalnya
berdiri di luar barisan pengantre tiket. Tiba-tiba dia menyerobot masuk ke
barisan agak depan, padahal saat itu antrean sudah sangat panjang sampai keluar
gedung. Pria itu lalu mengobrol dengan orang barisan di depannya, yang ternyata
temannya juga yang diduga sama-sama calo. Padahal di sana, berjaga petugas dari
Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska) dan anggota Polri.
Ulah calo tersebut, tentu
saja merugikan calon penumpang asli lainnya yang mengantre di belakangnya.
”Biarlah Kak, nak diapoke lagi. Ngeri kito, kawannyo galo di sini (sekitar
Stasiun KA Kertapati,red). Preman sini galo kabarnyo, daripada ditanganinyo
(aniaya,red),” tukas Jiun, calon penumpang KA Expres Rajabasa, kelas ekonomi
jurusan Kertapati-Tanjung Karang.
Itu ulah calo tiket yang
berada di antrean dalam gedung. Di luaran gedung, calo tiket pun tetap ada.
Salah satunya, sebut saja Ujang (40), yang sebenarnya tukang ojek di stasiun KA
Kertapati. Demi mencari penghasilan tambahan bagi keluarganya, dia ”membantu”
calon penumpang yang tidak mau antre ataupun tak kebagian tiket.
Dikatakannya, harga tiket
aslinya untuk kelas ekonomi, Rp15 ribu per orang, baik itu tujuan Tanjung
Karang maupun Lubuk Linggau. Dengannya, dihargai antara Rp35 ribu-50 ribu.
”Kita cuma mengambil selisih harga saja, tidak terlalu banyak,” kilahnya.
Selisih harga itu, alasannya upah mengantre.
”Harga yang diberikan juga
sesuai dengan kebutuhan penumpang. Daripada anda mengantre, atau sudah
mengantre tetapi tiket sudah habis, bisa-bisa tidak jadi berangkat,” cetusnya.
Hal inilah yang dimanfaatkan oleh para calo, ketika para penumpang bingung saat
kehabisan tiket, saat itulah mereka akan masuk dan menawarkan tiket dengan
harga yang cukup tinggi.
Mereka pun entah darimana
mampu mendapatkan tiket berapapun yang kita minta. Tersirat, Ujang menyebutkan
bahwa ada oknum orang dalam yang terlibat untuk membantunya mendapatkan tiket.
“Mau pesen berapa tiket? Kita bisa siapkan. Tapi harga tidak bisa dikurangi
lagi. Dari harga itu kita (calo,red) masih harus memberi pada orang pucuk
(Oknum PT KAI,red). Kalau tidak, kita tidak bisa lagi dapat makan,” tukasnya.
Tapi ibarat dua sisi mata
uang, calo terkadang dapat meresahkan, tapi terkadang juga membantu. ”Pernah
saya sudah telat datang ke stasiunnya, antrean sudah panjang. Takut tidak
kebagian tiket lagi, ya beli sama calo. Harganya juga ’kan enggak mahal-mahal
amat,” ucap Wendy, warga Sekip Ujung, Palembang. (*)
Sumber : Sumeks, 09.01.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar