TEMPO.CO, Jakarta - Gosip
panas itu menyebar cepat melalui pesan pendek telepon seluler di kalangan
pelaku pasar modal sejak dua pekan lalu. Dalam pesan itu tertera daftar utang
sepuluh perusahaan Grup Bakrie yang jatuh tempo tahun ini. Jumlahnya fantastis
dan membuat mata mendelik. Demikian terungkap dalam laporan majalah Tempo edisi
10 September 2012 berjudul "Tsunami Utang Bakrie".
Tak dinyana, awal pekan
lalu, Bursa Efek Indonesia melakukan penghentian sementara alias suspensi
perdagangan saham dan obligasi BTEL, kode untuk Bakrie Telecom. Penyebabnya,
perusahaan operator telepon seluler Esia yang berbasis CDMA itu gagal melunasi
utang obligasi BTEL I 2007 yang jatuh tempo.
"Penghentian sementara
akan dilakukan mulai awal perdagangan efek pada Selasa ini hingga penjelasan
lebih lanjut," kata Kepala Divisi Penilaian Perusahaan Surat Utang Bursa
Efek Indonesia Saptono Adi Junarso, Selasa pekan lalu. Utang yang jatuh tempo
itu Rp 650 miliar, sedangkan Bakrie Telecom hanya memiliki dana Rp 250 miliar.
Esok harinya, suspensi dicabut setelah perusahaan membayar utang pokok berikut
bunganya.
Pekan sebelumnya, lantai
bursa juga berguncang keras setelah Bumi Resources Tbk, perusahaan batu bara
andalan Grup Bakrie, mengumumkan rugi US$ 322 juta pada semester pertama 2012.
Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, mereka masih menangguk untung US$
232 juta.
Pengumuman itu membuat nilai
saham Bumi rontok hingga Rp 630 per lembar. Bumi mengaku rugi akibat transaksi
derivatif US$ 145,83 juta karena kejatuhan harga saham dan kemerosotan nilai
opsi prepayment pinjamannya ke China Investment Corp (CIC) sebesar US$ 1,3
miliar.
Gagal bayar BTEL dan
kerugian Bumi bak membuka kotak pandora. Gelombang tsunami utang yang jatuh
tempo terbukti mengintai perusahaan-perusahaan Grup Bakrie. Kendati jumlahnya
tak seperti disebut dalam pesan pendek yang beredar di kalangan pelaku bursa,
tetap saja nilainya membuat lutut gemetar.
Total utang sepuluh
perusahaan yang jatuh tempo pada 2012 mencapai Rp 9,67 triliun. Mereka adalah
PT Bakrie & Brothers Tbk, Bumi Resources Tbk, Bumi Resources Minerals,
Bakrieland Development, Energi Mega Persada, Bakrie Sumatera Plantations,
Bakrie Telecom, Berau Coal, Visi Media, serta Darma Henwa. Bumi Resources Tbk,
contohnya, mesti membayar utang sekitar Rp 573 miliar. Tahun depan,
perusahaan-perusahaan itu masih harus melunasi tagihan belasan triliun.
Seorang sumber Tempo
menyebutkan belitan utang terjadi akibat Bumi merugi serta buah dari praktek
gadai saham yang ditengarai menjadi modus pencarian dana Grup Bakrie. Bumi,
yang paling "berdaging" dibandingkan dengan perusahaan lainnya, kini
kosong kantongnya. "Likuiditas perusahaan Bakrie sudah akut,"
ucapnya.
Padahal likuiditas menjadi
kunci menghadapi utang yang jatuh tempo akibat gadai saham. "Ini soal
momen. Kalau jatuh tempo tak ada uang, ya, semua perusahaan kena." Menurut
dia, Grup Bakrie mencari dana dari berbagai lembaga keuangan dengan cara gadai
saham meski dibebani bunga tinggi. Cara ini ditempuh karena tak ada akses ke
perbankan. "Gadai saham bisa bikin Grup Bakrie kehilangan Bumi,"
katanya.
Direktur sekaligus
Sekretaris Perusahaan Bumi, Dileep Srivastava, menolak perusahaannya disebut
berada di ambang kebangkrutan. "Bagaimana bisa bangkrut jika dalam setiap
kuartal kinerjanya meningkat?" ujarnya kepada Satwika Movementi dari Tempo
akhir Agustus lalu.
Dileep juga mengklaim
pemasukan perusahaan meningkat 9-10 persen dibanding tahun lalu. Dia
menjelaskan pula, "Kami masih memiliki aset cadangan sekitar tiga miliar
ton batu bara dan nonbatu bara." Namun profesional berkewarganegaraan
India ini mengiyakan soal adanya kemungkinan penjualan aset untuk membayar
utang. "Jika harganya tepat," katanya.
Sumber : Tempo, 10.09.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar