JAKARTA: Kepala Otoritas Pelabuhan (KaOP) Tanjung Priok
mengaku di minta langsung oleh Dirut Pelindo II RJ Lino untuk menjadi Komisaris PT Multi Terminal
Indonesia (MTI)-anak perusahaan PT Pelindo II, yang beroperasi di pelabuhan
Priok.
"Saya diminta oleh Dirut Pelindo II RJ.Lino untuk
menjadi Komisaris MTI. Tetapi sekarang saya sudah mengajukan untuk
mundur,"kata KaOP TanJung Priok Sahat Simatupang saat dikonfirmasi Bisnis.
Namun, kondisi ini terlanjur mendapat sorotan berbagai
kalangan, dan menyayangkan KaOP selaku regulator tertinggi di Pelabuhan itu
justru rangkap jabatan sebagai operator.
Sejumlah kalangan pelaku usaha di Pelabuhan TanJung Priok
justru menduga PT Pelindo II melakukan
praktek gratifikasi, untuk memuluskan seluruh program kerjanya dengan
melibatkan regulator tertinggi di pelabuhan itu sebagai komisaris MTI.
"KaOP itu kan Gubernur di Pelabuhan.Loh kok ikutan
berbisnis?," ujar FS Popal, wakil Ketua Kadin Kota Jakarta Utara Bidang
Kepelabuhanan.kepada Bisnis hari ini Minggu (14/10).
Popal juga sangat
menyayangkan, peran ganda Kepala OP Tanjung Priok yang juga merangkap sebagai
Komisaris PT MTI tersebut, sehingga berpotensi memunculkan konflik kepentingan.
Pasalnya,kata Popal, kini pelaku usaha di Pelabuhan
tersibuk di Indonesia itu sudah mengalami krisis kepercayaan atas kinerja OP
Tanjung Priok yang berperan ganda itu.
Susunan Dewan Komisaris MTI di sebutkan Mulyono (Direksi
Pelindo II) sebagai Komisaris Utama, kemudian Cipto Pramono yang juga Direksi
Pelindo II dan General Manager Pelabuhan Tanjung Priok serta Sahat Simatupang
sebagai anggota Komisaris anak perusahaan Pelindo II itu.
Popal mendesak Kementerian Perhubungan turun tangan
menyelesaikan masalah ini dan jangan tinggal diam.
Kemenhub juga didesak segera mengurai kemelut yang
semakin memanas antara operator pelabuhan dan pengguna jasa di Pelabuhan
Tanjung Priok soal tarif GLC.
Persoalan ini mencuat karena KaOP Tanjung Priok dinilai
lamban merespon keluhan pelaku usaha kepada kebijakan Pelindo II dan MTI di pelabuhan itu.
Mereka bersengketa soal pengenaan tarif alat mekanis
jenis Lifting Gantry Crane (GLC) yang diberlakukan oleh Pelindo II dan Manajemen Multi Terminal Indonesia (MTI)
di Pelabuhan Priok.
Sementara itu, Direktur National Maritime Institute
(Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan idealnya agar lebih independen dalam
menjalankan program memajukan pelabuhan umum dan komersial di Indonesia,
seharusnya Kepala Otoritas Pelabuhan (KaOP) tidak merangkap jabatan yang
berhubungan langsung dengan kegiatan bisnis jasa terkait di pelabuhan.
Menurut Siswanto, KaOP Tanjung Priok harus mundur sebagai
pejabat OP jika tetap memilih menjadi komisaris di MTI tersebut. “Lagi-lagi,
ini image tak sedap bagi jajaran birokrasi di Kementerian Perhubungan,”
ujarnya.
Kendati begitu, paparnya, Kepala OP Tanjung Priok masih
sedikit diuntungkan karena belum ada aturan tentang jabatan rangkap OP di
perusahaan yang terkait dengan bidang pekerjaannya.
“Tetapi sebagai seorang yang berlatar belakang ilmu
hukum, KaOP Tanjung Priok Sahat Simatupang seharusnya tahu ini. Jadi dari awal
dia harus tolak jabatan itu jika dia memang berniat baik memajukan
pelabuhan”kata Siswanto.(k1/faa)
Sumber : Bisnis Indonesia, 14.10.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar