JAKARTA: Indonesian National Shipowners Association
(INSA) bersama Menneg BUMN serta sejumlah perusahaan negara segera
merealisasikan pembentukan task force untuk merumuskan percepatan program
beyond cabotage di Indonesia.
Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto mengatakan berdasarkan
kajian INSA, sekitar 20%—30% kegiatan ekspor dan impor atas komoditas nasional
yang mencapai 567 juta ton per tahun dikontribusikan oleh sektor BUMN.
“Kontribusi BUMN tersebut disumbangkan oleh a.l sektor
pertambangan, migas, perdagangan, semen, pupuk dan kelapa sawit. Oleh karena
itu, penggunaan kapal nasional untuk angkutan ekspor dan impor produk BUMN
terus didorong,” kata Carmelita, Minggu (21/10/2012).
Carmelita menambahkan program beyond cabotage yang
dipelopori oleh BUMN dapat menyelamatkan 30% atau Rp72 triliun dari total
potensi devisa negara yang hilang dari ongkos angkut sekitar Rp240 triliun per tahun.
Oleh karena itu, imbuhnya, INSA bersama Menneg BUMN serta
sejumlah perusahaan negara segera merealisasikan pembentukan task force yang
akan bekerja untuk merumuskan percepatan pelaksanaan program beyond cabotage di
Indonesia.
Wakil Ketua Umum INSA Asmari Herry menjelaskan selain
menyelamatkan devisa yang hilang, beyond cabotage berdampak ganda karena program itu akan
dirasakan sektor lainnya seperti perbankan, galangan dan industri komponen,
usaha bongkar muat dan pelabuhan.
Selain itu, katanya, implementasi program beyond cabotage
akan menciptakan ribuan lapangan pekerjaan sehingga dapat memangkas angka
pengangguran di Indonesia. “Ini program strategis guna memantapkan pertumbuhan
ekonomi di saat negara lain sedang krisis,” katanya.
Berdasarkan kajian INSA, Indonesia kehilangan potensi
devisa hingga mencapai Rp240 triliun selama 2011 yang bersumber dari ongkos
angkut atau freight atas kapal-kapal berbendera luar negeri yang mengangkut
produk-produk ekspor dan impor Indonesia.
Pada 2011, total muatan ekspor dan impor Indonesia
mencapai 567 juta ton dengan 9,1% diantaranya diangkut kapal-kapal berbendera
Merah Putih, sedangkan sisanya yakni 91,9% menggunakan kapal luar negeri.
Beyond cabotage adalah kegiatan angkutan ekspor dan impor
yang diprioritaskan menggunakan kapal
berbendera Merah Putih dan diawaki oleh awak berkebangsaan Indonesia sebagai
kelanjutan dari program asas cabotage sekaligus dalam kerangka membangun
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sejalan dengan program MP3EI.
Kapal yang beroperasi untuk mendukung program beyond
cabotage nantinya dimiliki oleh perusahaan pelayaran nasional dengan
kepemilikan mayoritas pengusaha Indonesia sesuai dengan UU No.17/2008 tentang
Pelayaran.
Asas cabotage diberlakukan pemerintah sejak 2005. Diawali
dengan terbitnya Inpres No.5/2005 dan diperkuat dengan UU No.17/2008 tentang
Pelayaran. Kebijakan itu telah mengakselerasi industri pelayaran nasional.
(arh)
Sumber : Bisnis Indonesia, 21.10.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar