TEMPO.CO, Jakarta-Direktur Utama PT Djakarta Lloyd,
Syahril Djaparin mengatakan perusahaan sebenarnya hanya membutuhkan 70 karyawan.
Sekarang ini jumlah total karyawan mencapai 573 orang. “Yang saya butuhkan
hanya 10 persen dari 573 orang, ya sekitar 70-an,” kata Syahril pada Tempo di
Jakarta, Senin, 29 Oktober 2012.
Menurut ia, untuk mengatasi masalah kebangkrutan yang
kini telah mendera perusahaan, direksi melaksanakan beberapa strategi baru.
Antara lain perampingan jumlah karyawan. Perampingan karyawan ini akan
dilakukan secara bertahap.
Realisasinya, katanya, tentunya menunggu adanya kucuran
dana untuk membayar kewajiban perusahaan terhadap karyawan yang akan dipecat.
“Ada duit maka kita bayar. Kalau tidak ada duit ya sulit. Sekarang problemnya
kita tidak dikasih uang oleh pemerintah.”
Selain itu, perusahaan juga mengubah strategi yang
tadinya berfokus pada angkutan kontainer, sekarang menjadi angkutan curah
seperti batubara atau bijih nikel. Kebijakan mengenai kesepakatan transaksi
kini juga dilakukan di tingkat pusat, bukan di kantor cabang. Semata-mata untuk
menghindari kemungkinan penyelewengan. Dari 13 kantor cabang yang dimiliki
Djakarta Llyod, kini hanya tinggal 5 yang beroperasi yaitu Sibolga, Banyuwangi,
Manado, dan Surabaya.
Syahril menambahkan, transaksi dengan klien yang langsung
ke kantor pusat dilakukan untuk menghindari potensi penyelewengan. Selama ini
pengawasan dari tingkat pusat ke kantor cabang sulit dilakukan karena sistem
yang berjalan masih manual. Sulit mendeteksi adanya praktik penyelewengan.
Dengan sistem transaksi yang terpusat, maka lebih mudah mengawasi operasional
perusahaan.
Untuk menata kembali perusahaan, Syahril mengaku sudah
mengantongi komitmen kerja sama dengan beberapa BUMN di antaranya PLN, Semen
Gresik dan PT Timah. Jika kontrak tambahan dengan perusahaan ini bisa segera
terealisasi maka ia yakin pada 2018, perusahaan jasa angkut ini sudah bisa
membayar dividen pada 2018.
Sebelumnya perusahaan jasa angkut ini telah menyepakati
kontrak pengangkutan batubara dengan Pertamina pada akhir 2012. Pada rute
pertama, batubara yang diangkut sebesar 450 ribu ton per tahun. Sementara rute
kedua batubara yang diangkut sebesar 100 ribu ton per tahun.
Manajemen Djakarta Lloyd yakin bisa kembali sehat
mengingat besarnya potensi pasar di Indonesia. “Djakarta Lloyd seperti mati di
antara lumbung padi,” katanya.
Menurut ia, banyak BUMN besar di tanah air yang
membutuhkan jasa pelayaran dalam skala besar. Syahril memberi contoh, PLN saja
membutuhkan jasa pengangkutan batubara sebesar 50 juta ton per tahun. Belum
lagi perusahaan seperti Bukit Asam, Pupuk Sriwijaya, Aneka Tambang. “Djakarta
Lloyd akan fokus menggarap pasar dalam negeri demi menutup kerugian.”
Sumber : Tempo, 29.10.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar