Bisnis.com, HONG KONG -- Aksi pemukulan secara brutal
yang dilakukan polisi terhadap salah seorang pengunjuk rasa yang belakangan
diketahui bernama Ken Tsang Kin-chiu telah membawa Hong Kong dalam ketegangan
yang kian bertambah.
Demi meredakan ketegangan dan kemarahan banyak pihak,
pihak berwajib Hong Kong mengatakan Rabu (15/10/2014), polisi yang terlibat
dalam pemukulan pengunjuk rasa pro-demokrasi akan digeser dari posisinya
setelah rekaman insiden tersebut menyebar luas dan memicu kemarahan legislator dan
masyarakat.
Polisi mengatakan mereka sebelumnya telah menahan 45
pendemo dan menggunakan semprotan lada terhadap pendemo yang melawan, saat
membuka jalan utama di kota yang telah diblokade oleh pengunjukrasa dengan
pelat beton.
Dalam rekaman yang ditayangkan stasiun televisi TVB,
beberapa petugas tampak memukuli dan menendang seorang pendemo yang tangannya
diborgol selama beberapa menit setelah menariknya ke pojok yang gelap dekat
lokasi unjuk rasa.
Sekretaris Keamanan Hongkong Lai Tung-kwok mengatakan
polisi akan menyelidiki dugaan penggunaan kekerasan berlebihan.
Para petugas yang tampak dalam video itu akan dipindahkan
sementara dari posisi mereka, imbuh Lai.
Kemarahan terhadap aksi pemukulan itu bisa membangkitkan
kembali dukungan untuk gerakan demokrasi di bekas koloni Inggris tersebut.
Selama lebih dari dua pekan Hong Kong dilanda protes
terkait pembatasan China untuk memilih pemimpin mereka pada 2017.
Jumlah pendemo pun semakin berkurang dari 100 ribu
menjadi hanya beberapa ratus orang saja. Aksi pemukulan itu dikhawatirkan
membuat pengunjuk rasa yang turun ke jalan kembali menjadi banyak.
Alan Leong, pemimpin Partai Sipil pro-demokrasi Hongkong
mengenal lelaki dalam video tersebut adalah Ken Tsang Kin-chiu dan pernah
menjadi anggota partai itu.
Legislator Partai Sipil Dennis Kwok yang juga kuasa hukum
Tsang mengatakan, polisi juga memukuli Tsang di dalam kantor polisi. Tsang
kemudian dilarikan ke rumah sakit, kata Kwok.
Tsang juga merupakan seorang pekerja sosial. Asosiasi
Pekerja Sosial Hong Kong mengatakan, berencana untuk menggelar aksi di markas
kepolisian.
Foto-foto yang menunjukkan Tsang dengan luka memar di
wajah dan badan yang disebarkan oleh pegiat demokrasi memantik kemarahan dan
kecaman.
Kelompok hak asasi manusia Amnesty Internasional
mengatakan polisi yang terlibat dalam "serangan keji terhadap lelaki yang
ditahan" itu harus diadili.
Polisi, tanpa merujuk pada Tsang, dalam pernyataannya
mengatakan mereka telah menggunakan kekuatan minimum, termasuk semprotan lada,
untuk membubarkan pengunjuk rasa yang berkumpul secara ilegal sepanjang malam.
Operasi ini merupakan yang terberat menghadapi pendemo
yang sebagian besar pelajar dalam sepekan lebih, dan terjadi setelah pengunjuk
rasa menyerbu terowongan di jalan raya empat jalur pada Selasa malam,
menghentikan lalu lintas dan meneriakkan tuntutan untuk kebebasan universal.
"Ada begitu banyak polisi. Mereka memukul
orang-orang... Kami damai," kata Danny Chiu, seorang pelajar berusia
sekitar 20 tahun sambil meneteskan air mata.
Terowongan di distrik Admiralty dekat perkantoran
pemerintah dibuka kembali setelah polisi menyingkirkan barikade beton.
Pengunjuk rasa menuntut demokrasi penuh bagi kota itu.
Mereka juga menuntut pemimpin pro-Beijing Leung Chun-ying untuk mundur.
Namun kampanye mereka yang saat ini sudah memasuki pekan
ketiga, menyebabkan kesesakan lalu lintas dan kehilangan dukungan publik.
China memerintah Hong Kong berdasar formula "satu
negara dua sistem" yang memberikan kota itu otonomi dan kebebasan yang
tidak dinikmati penduduk lain di daratan utama Tiongkok, dengan tujuan utama
kebebasan universal.
Beijing pada 31 Agustus mengatakan bahwa hanya kandidat
yang mendapat persetujuan dari komite yang diisi para loyalis Beijing, yang
bisa bertarung dalam pemilihan untuk memilih pemimpin Hong Kong selanjutnya.
Partai Komunis China yang berkuasa meyakini bahwa
pemerintah telah memberikan konsesi yang cukup bagi Hong Kong di masa lalu, dan
tidak akan memberikan dasar lagi karena ingin menghindari preseden bagi
reformasi di daratan utama, kata sebuah sumber kepada Reuters.
Hal tersebut mencuat dalam pertemuan Komisi Keamanan
Nasional baru yang dipimpin Presiden Xi Jinping pada minggu pertama Oktober.
Harian resmi Partai Komunis China, People's Daily di
halaman depan mengatakan unjuk rasa tersebut pasti gagal.
"Sejumlah fakta dan sejarah mengatakan bahwa jika
rakyat mulai radikal dan bertindak ilegal, dan ada pemerasan politik, itu hanya
akan menghasilkan semakin banyak aktivitas ilegal serta memperburuk
ketidakstabilan dan kerusuhan," demikian harian tersebut.
Leung mengatakan pekan ini bahwa tidak ada peluang
pemimpin China akan menyerah pada tuntutan pendemo dan mengubah keputusan yang
diambil pada Agustus untuk membatasi demokrasi itu.
Seorang pejabat tinggi China menegur Taiwan pada Rabu
atas komentar "tak bertanggung jawab" terkait demo tersebut.
Presiden Ma Ying-jeou mengungkapkan dukungannya kepada
pengunjuk rasa dan mendesak China bergerak ke arah demokrasi.
Pada Selasa, polisi menggunakan gergaji mesin dan palu
untuk menyingkirkan blokade di berbagai jalan utama di Admiralty, di dekat
kawasan pusat bisnis.
Namun ratusan pendemo kemudian merangsek masuk ke dekat
terowongan, sehingga mengejutkan pihak berwajib.
Selain dibukanya kembali dua jalan utama, belum ada
tanda-tanda kawasan inti protes di luar perkantoran pemerintah, di mana ratusan
tenda masih tegak berdiri di jalan raya delapan jalur, akan dibersihkan.
Para pengunjuk rasa juga tersebar di beberapa bagian lain
di Admiralty.
Kelompok pendemo yang lebih kecil tetap berada di pusat
perbelanjaan Causeway Bay dan di pelabuhan Mongkok yang padat penduduk.
Polisi yang dikritik karena menggunakan gas air mata dan
pentungan dalam 24 jam pertama demo, telah mengadopsi pendekatan yang lebih
sabar, dan membiarkan para pengunjuk rasa mendapat tekanan publik untuk membuka
jalan utama.
Dalam beberapa hari terakhir, polisi secara selektif
menyingkirkan beberapa penghalang di dekat lokasi unjuk rasa.
Aksi polisi pada Rabu dinihari itu bagaimanapun
menunjukkan bahwa kesabaran petugas semakin menipis.
Jumlah pengunjuk rasa turun tajam dari 100 ribu orang
pada saat puncak demo, namun kelompok inti yang terdiri atas beberapa ribu
orang masih bertahan.
Sumber : Bisnis Indonesia, 15.10.15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar