Bisnis.com, JAKARTA – Di masa-masa kejayaannya, Forever
21 adalah hot spot busana kaum muda di berbagai penjuru dunia. Peritel
asal Amerika Serikat (AS) ini bahkan meraup pendapatan senilai US$4,4
miliar (sekitar Rp62,48 triliun) suatu waktu.
Ditunjang catatan pertumbuhan paling cepat di Amerika,
Forever 21 mampu memantapkan diri sebagai kekuatan besar di industri fast
fashion. Tapi itu cerita lama. From something to nothing, perusahaan
mengumumkan kebangkrutannya. Apa yang terjadi?
Padahal, perjalanan Forever 21 pernah merebak di antara
kisah keberhasilan menjemput impian dalam kerasnya kehidupan Negeri
Paman Sam.
Cikal
Bakal Forever 21
Pada 1981, sepasang suami istri Jin Sook dan Do Won
"Don" Chang nekat pindah ke Los Angeles dari negeri asalnya, Korea
Selatan, tanpa berbekal uang, gelar sarjana, dan kemampuan berbahasa Inggris
yang cakap.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Jin Sook
bekerja sebagai penata rambut. Si suami, Don, lebih repot. Ia bekerja serabutan
mulai jadi petugas kebersihan, memompa gas, hingga menyajikan kopi.
Tak lelah keduanya berusaha memiliki kehidupan yang lebih
baik. Entah berawal dari mana, Don menyadari satu hal serupa yang dimiliki
kalangan berduit.
“Saya memperhatikan orang-orang yang mengendarai
mobil-mobil bermerek semuanya berbisnis garmen,” tutur Don kepada The Los
Angeles Times dalam suatu wawancara pada 2010.
Bermodalkan simpanan senilai US$11.000, suami istri itu
membuka toko pakaian seluas 900 kaki persegi pada 1984. Oleh mereka, toko itu
diberi nama 'Fashion 21', cikal bakal 'Forever 21'.
Pasangan tersebut memanfaatkan barang-barang obralan yang
dibeli borongan dari produsen dengan harga diskon. Cara mereka berhasil. Pada
tahun pertama, toko mereka meraup nilai penjualan US$700.000.
Kunci
Sukses
Pada awalnya, Fashion 21 hanya populer di komunitas
Korsel-Amerika di Los Angeles. Tapi suami istri Chang memacu semangat kerja
mereka. Mereka membuka toko baru setiap enam bulan dan memperluas basis
pelanggan perusahaan.
Seiring dengan bertambahnya pelanggang, mereka mengubah
nama toko menjadi Forever 21 demi menyasar siapapun yang ingin menjadi trendi,
segar, dan berjiwa muda.
Pada 1995, perusahaan membuka toko pertama di luar
California. Enam tahun berselang, bendera Forever 21 sudah berkibar di Kanada,
toko pertama perusahaan di kelas internasional.
Kunci kesuksesan perusahaan saat itu sederhana saja,
yakni menumbuhkan banyak pembeli dengan menjual pakaian trendi berharga murah.
Forever 21 adalah salah satu yang pertama melakukannya. Dan mereka yang
tercepat.
Hasilnya, Forever 21 menjadi salah satu tenan terbesar di
mal-mal Amerika. Tokonya tersebar di 480 lokasi di seantero negeri. Pada 2015,
bisnis perusahaan berkembang pesat. Penjualan Forever 21 memuncak, dengan
mengantongi nilai penjualan global sebesar US$4,4 miliar tahun itu.
Pundi-pundi suami istri Chang sudah pasti bertambah.
Mereka menjadi salah satu pasangan terkaya di AS. Jika digabung, kekayaan
bersih mereka mencapai sekitar US$5,9 miliar pada Maret 2015.
Forever 21 pun berambisi menjadi perusahaan bernilai US$8
miliar pada 2017 dan membuka 600 toko baru dalam tiga tahun berikutnya.
Sayangnya, ekspansi agresif perusahaan juga akan membawa kejatuhan.
Kehilangan
Sentuhan
Apa yang membuat Forever 21 populer pertama-tama adalah
model industri yang fast fashion. Meski produknya selalu diproduksi secara
massal, Forever 21 tetap dilihat unik karena toko-tokonya hanya menjual gaya
fesyen tertentu untuk waktu yang terbatas.
Namun, ketika perusahaan fokus untuk tumbuh lebih besar,
gaya fesyen-nya dirasa menjadi kekurangan karakter. Akibatnya, Forever 21 mulai
kehilangan sentuhan dengan pelanggan intinya.
Pada saat yang sama, pamor pesaing-pesaingnya di ritel
seperti H&M dan Zara menanjak.
Forever 21 tak lagi yang tercepat dalam permainan ini.
Didukung efek influencer dengan kecepatan tinggi, merek-merek di dunia maya
seperti Fashion Nova jadi buruan pembeli.
Dan ketika e-commerce terus booming, peritel tradisional
seperti Forever 21 harus bergulat untuk beradaptasi dengan perubahan perilaku
konsumen.
Menurut sebuah survei pada Maret 2019, sabanyak 60 persen
dari pembelian oleh kalangan milenial dilakukan secara daring. Secara
keseluruhan, terungkap jika mereka lebih suka belanja online daripada
mendatangi toko secara langsung.
Mungkin berharap kondisi ini akan berlalu, Forever 21
justru terus membuka toko baru pada 2016, bahkan memperluas toko-tokonya untuk
menambahkan busana pria, anak-anak, dan barang-barang rumah tangga.
Mungkin pula langkah tersebut bisa membantu menjelaskan
mengapa penjualan Forever 21 diperkirakan telah turun 20 persen-25 persen pada
2018. Sebaliknya, H&M Group melaporkan kenaikan penjualan bersih sebesar 10
persen pada kuartal I/2019.
Umumkan
Bangkrut
Suami istri Chang harus rela kehilangan kekayaan bersih
senilai lebih dari US$4 miliar. Secara keseluruhan perusahaan kini memiliki
utang sekitar US$500 juta dan mempertimbangkan untuk mengajukan kebangkrutan.
Perusahaan sudah mulai mengurangi jumlah tokonya. Pada
Minggu (29/9/2019), Forever 21 akhirnya mengumumkan kebangkrutannya dan
menuliskan surat kepada para pembeli.
“Setelah kami menuntaskan reorganisasi, Forever 21 akan
menjadi perusahaan yang lebih kuat dan lebih layak yang diposisikan dengan
hasil baik di tahun-tahun mendatang. Kami berharap dapat terus memberikan
layanan yang baik kepada Anda semua dan koleksi barang dagangan yang Anda
harapkan dari kami,” tulis Forever 21.
Seorang perwakilan perusahaan mengungkapkan kepada
Business Insider bahwa perusahaan berencana untuk menutup sebagian besar
toko-tokonya di Asia dan Eropa tetapi akan melanjutkan operasi di AS, Meksiko,
dan Amerika Latin.
Secara keseluruhan, Forever 21 akan menutup hingga 178
toko di AS dan sebanyak 350 toko di seluruh dunia.
Waktunya
Restrukturisasi
Namun kebangkrutan tidak selalu berarti akhir bagi sebuah
perusahaan. Bahkan, ini bisa memberi waktu bagi Forever 21 untuk melakukan
restrukturisasi dan bangkit kembali.
“Ini adalah langkah penting dan perlu untuk mengamankan
masa depan perusahaan kami, serta akan memungkinkan kami untuk melakukan
reorganisasi bisnis kami dan reposisi Forever 21,” terang Linda Chang,
Executive Vice Presiden Forever 21, dalam pernyataannya.
Perusahaan mengajukan berkas ke Pengadilan Kepailitan
untuk Distrik Delaware berdasarkan Undang-Undang Kepailitan AS Chapter 11.
Langkah ini memungkinkan perusahaan untuk tetap beroperasi sambil menyusun
rencana untuk membayar kreditur-krediturnya dan membalik keadaan bisnis.
Bloomberg melaporkan bahwa perusahaan telah memperoleh
pembiayaan senilai US$275 juta dari sejumlah pemberi pinjaman dengan JPMorgan
dan Chase & Co. selaku agen, serta modal baru senilai US$75 juta dari TPG
Sixth Street Partners dan dana afiliasinya.
“Pembiayaan yang diberikan oleh JPMorgan dan TPG Sixth
Street Partners akan mempersenjatai Forever 21 dengan modal yang diperlukan
untuk melakukan perubahan kritis di AS dan luar negeri,” ungkap Chang.
“Tujuannya untuk merevitalisasi brand kami dan mendorong
pertumbuhan kami, juga memungkinkan kami untuk memenuhi kewajiban berkelanjutan
kepada para pelanggan, vendor, dan karyawan,” pungkasnya.
Sumber : Bisnis, 01.10.19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar