Bisnis.com, JAKARTA - Maskapai
penerbangan global, salah satu industri paling terpukul di tengah krisis virus
Corona, telah mengumpulkan lebih dari US$17
miliar pinjaman bank sepanjang Maret 2020 untuk menopang kondisi keuangan.
Dilansir
Bloomberg, Senin
(30/3/2020), operator penerbangan di AS menjadi yang paling aktif meminjam dan
sejauh ini meraup total US$12,5 miliar.
Delta
Air Lines Inc. adalah peminjam teratas bulan ini, mengantongi US$
5,6 miliar, diikuti oleh Singapore Airlines, yang memperoleh pinjaman senilai 4
miliar dolar Singapura atau US$2,8 miliar, dan United Airlines Holdings Inc.,
yang mengumpulkan US$2,5 miliar.
Industri penerbangan telah
mengajukan pinjaman baru atau menggunakan fasilitas kredit yang dimiliki
sebelum krisis ini terjadi.
Sementara itu, perusahaan di
semua industri secara global telah mengumpulkan lebih dari US$230 miliar dari
bank komersial sejak awal Maret sebagai tanggapan terhadap virus.
Data menunjukkan, sebelas
maskapai lain, termasuk British Airways Plc dan Etihad Airways PJSC, memiliki
fasilitas kredit gabungan sekitar US$8 miliar yang mungkin belum digunakan.
Industri penerbangan meminta masing-masing pemerintah untuk mengucurkan
bantuan, termasuk maskapai penerbangan yang berbasis di Jerman, Thailand, dan
AS.
Di AS, industri penerbangan
mendapat jatah US$61 miliar dari total stimulus US$2 triliun yang disetujui
Presiden Donald Trump pekan lalu. Maskapai penerbangan AS akan mendapat akses
ke fasilitas pinjaman federal. Selanjutnya, jika perusahaan bersedia melepas
sebagian sahamnya pada pemerintah, akan ada bantuan tunai langsung di bawah
anggaran stimulus virus corona yang disepakati oleh anggota parlemen dan Gedung
Putih.
Maskapai penerbangan yang
memenuhi syarat akan menerima total US$25 miliar dukungan gaji. Sedangkan
perusahaan kargo mendapat jatah US$4 miliar dan kontraktor penerbangan akan
menerima US$3 miliar. Sementara itu, bandara akan mendapatkan US$10 miliar
dalam bentuk hibah.
Kesepakatan itu juga mencakup
pinjaman senilai US$17 miliar yang diperuntukkan bagi perusahaan yang dianggap
penting bagi keamanan nasional, salah satunya Boeing Co. Namun, Toomey
mengatakan bahwa bagian dana itu tidak hanya untuk Boeing.
Sementara itu, di tengah
gelombang karantina dan pembatasan perjalanan di seluruh dunia, sejumlah
maskapai ramai-ramai memarkir armadanya. Dilansir The National, jumlah pesawat
yang diparkir dan tak beroperasi di seluruh dunia telah mencapai 8.500 sejak
awal 2020. Menurut data perusahaan riset penerbangan Cirium, jumlah terbesar
berada di Eropa. Di Timur Tengah, sekitar 700 pesawat disimpan di sekitar 30
lokasi.
Alexandre de Juniac, Direktur
Jenderal International Air Transport
Association (IATA) mengatakan gelombang parkir pesawat ini menciptakan masalah
yang tidak sederhana.
"Kami harus menutup landasan
pacu dan mengubahnya menjadi tempat parkir," katanya.
Tantangan itu menambah runyam
persoalan likuiditas keuangan yang kini dihadapi industri ini. Menurut IATA,
maskapai penerbangan global diperkirakan akan merugi sekitar US$252 miliar
dalam pendapatan penumpang tahun ini, turun 44 persen dari 2019 karena
permintaan perjalanan udara diperkirakan menyusut 38 persen pada 2020.
Ketika maskapai mengurangi
kapasitas, operator mencari ruang untuk menyimpan pesawat. Sedangkan pesawat
parkir di bandara adalah operasi yang rumit dan mahal secara logistik.
Terlebih lagi, maskapai juga
harus memastikan perawatan pesawat tetap dilakukan agar armada-armada tersebut
dapat kembali beroperasi ketika penerbangan kembali dibuka.
Uni Emirat Arab, pusat transit di
kawasan Timur Tengah menghentikan semua penerbangan penumpang mulai 25 Maret
2020 selama dua minggu. Sementara Arab Saudi mengatakan pihaknya memperpanjang
penangguhan semua penerbangan penumpang internasional dan domestik tanpa batas
di tengah tindakan pencegahan tinggi untuk menahan penyebaran pandemi. Kuwait
dan Yordania juga telah menangguhkan semua penerbangan.
Sumber : Bisnis, 31.03.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar