KONTAN.CO.ID-JAKARTA Direktorat Jenderal (Ditjen)
Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) terus
memutar otak menggali penerimaan pajak di tengah pandemi Covid-19, Salah satunya, rencana pemajakan atas
perusahaan berbasis digital dalam maupun luar negeri.
Pungutan pajak terhadap industri
e-commerce berlandaskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu)
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dalam
Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan
Stabilitas Sistem Keuangan. Beleid ini mengatur pajak pertambahan nilai (PPN)
dan pajak penghasilan (PPh) dalam perdagangan menggunakan sistem elektronik
(PMSE) alias e-commerce.
Direktur
Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kemkeu John Hutagaol bilang, untuk menindaklanjuti Perpu, pemerintah
menyiapkan peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum pemungutan PPh dan
atau pajak transaksi elektronik (PTE) dalam PMSE.
PP itu sembari menunggu konsensus
The Organisation for
Economic Co-operation and Development (OECD) tentang ekonomi digital. John bilang, pengenaan
pajak atas penghasilan dari kegiatan digital ekonomi bisa menimbulkan pengenaan
pajak berganda. Makanya pemerintah menunggu konsensus global.
"Oleh karena itu disepakati
solusi jangka panjang, pada akhir 2020 untuk menghasilkan konsensus global
memajaki penghasilan dari ekonomi digital berupa penentuan hak pemajakan nexus
dan mengalokasikan laba global secara fairness ke yurisdiksi pasar sumber dan
yurisdiksi domisili," katanya kepada KONTAN, Minggu (26/4).
Walaupun jadwal akhir konsensus
internasional semakin dekat, nampaknya kesepakatan tersebut akan tertunda.
Sebab, pandemi Covid-19 mengakibatkan beberapa agenda pertemuan terpaksa
dibatalkan dan sebagian lagi ditunda termasuk kemungkinan jadwal the Inclusive Framework (IF) on
Base Erosion and Profit Shiftinga (BEPS) pada awal Juli 2020 di Berlin.
"Berdasarkan hal-hal di
atas, penerapan PPN atas PMSE luar negeri akan lebih diprioritaskan,"
tambahnya.
Pengamat
Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, langkah Indonesia membuat unilateral
measure melalui konsep significant economic presence sejatinya sudah ada dalam
usulan konsensus global terkait pajak digital.
Jika konsensus tidak tercapai
maka konsep BUT akan tetap seperti yang tertuang di kebanyakan tax treaty,
yaitu kehadiran secara fisik. "Dalam skenario itu Indonesia bisa
menggunakan pajak transaksi elektronik merujuk India dan Inggris," kata
Bawono.
Sumber : Kontan, 28.04.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar