KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Penyebaran virus Covid-19 yang kembali merebak di China membuat kegiatan
pelabuhan Yantian yang merupakan terminal kontainer terbesar keempat di dunia
sempat terhenti. Namun, setelah infeksi Covid-19 di sana mulai terkendali
dan aktivitas di pelabuhan Yantian sudah
berjalan, tetap saja efek domino seperti kongesi dan penumpukan kontainer di
sejumlah pelabuhan China masih terjadi.
Ternyata efek masalah
ini cukup dirasakan pelaku industri Tanah Air karena banyak aktivitas impor
bahan baku dari China serta ekspor produk ke sana.
Macetnya pelabuhan di
Yantian turut dipantau Indonesian National Shipoweners Association
(INSA). Ketua Umum INSA, Carmelita Harototo mengatakan, Pelabuhan
Yantian China mengalami keterlambatann operasional dan turunnya produktivitas.
Alhasil, layanan
penyandaraan kapal dan kegiatan bongkar muat barang menjadi sangat terganggu,
bahkan mengalami keterlambatan. Kapal harus antre berhari-hari sekitar 10 hari
hingga 14 hari.
Akibatnya, pelabuhan
menjadi kongesti, muatan atau kapal tidak dapat masuk atau keluar karena tidak
diimbangi dengan prosedur yang lancar. Hal ini tentu berakibat pada kenaikan
biaya yang pada gilirannya membuat ocean freight (OF) melambung tinggi dan
tidak terkendali.
"Indonesia cukup
beruntung karena kegiatan layanan kapal dan barang milik pemerintah tidak ada
yang terganggu. Perusahaan pelayaran nasional tidak ada yang ekspor langsung ke
China. Adapun yang menuju China adalah pelayaran internasional atau main line
operator (MLO), " jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (21/6).
Carmelita mengatakan,
kemungkinan yang akan terganggu adalah impor bahan baku yang mengalami keterlambatan
atau ekspor produk ke China atau melalui China.
Executive Secretary KIKT Kadin Baldwin Kurniawan mengatakan saat ini memang ada persoalan kapal telat terus dengan alasan kongesti. Selain ocean freight yang mahal dibandingkan sebelum pandemi, jadwal kapal juga kacau. Dia memberikan gambaran, seharusnya kapal bisa berangkat tanggal 10, tetapi bisa telat 10 hari bahkan hingga 20 hari baru berangkat.
Menurutnya, dampak dari
macetnya aktivitas di pelabuhan China bisa berdampak pada seluruh sektor
bisnis, tidak terkhusus di sektor manufaktur saja. "Umumnya pasti semua
barang yang berada di atas kapal akan telat dari jadwal perencanaannya. Tidak
melihat dari sektor mana," kata Baldwin.
Sekretaris Jendral
Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo), Andy Arif
Widjaja menambahkanm
penutupan pelabuhan di China sangat berdampak terhadap industri pendingin
refrigerasi di Indonesia.
"Saat ini seperti
kita ketahui bahwa China merupakan basis manufaktur air conditioner terbesar di
dunia dan juga supplier bahan baku industri refrigerasi terbesar di Indonesia
sehingga dengan adanya hambatan pengiriman dari pelabuhan China mengakibatkan
keterlambatan pasokan bahan baku untuk produksi produk refrigerasi di Indonesia
dan juga barang jadi," terangnya.
Andy menyebutkan,
dengan adanya hambatan shipment dan kelangkaan kontainer maka dapat
mengakibatkan kenaikan harga kontainer.
Lalu, bila harga kontainer naik maka mengakibatkan harga pokok produksi
(HPP) produk refrigerasi juga otomatis naik karena banyak bahan baku yang masih
diimpor.
Tapi untungnya,
berdasarkan pantauan Perprindo per-hari ini, kondisi pelabuhan di Yantian sudah
berangsur pulih dan sudah mulai beroperasional di kapastias 70%. Menurutnya, seharusnya harga jual produk
masih dapat stabil karena keadaan ini tidak berlangsung lama.
National Sales
Senior General Manager PT Sharp Electronics Indonesia (SEID) Andry Adi Utomo mengakui efek macetnya pelabuhan di China hanya
sedikit dirasakan SEID. "Sempat sedikit dampaknya. Bagi SEID, efek yang
sangat dirasakan adalah saat kelangkaan kontainer," jelasnya saat
dihubungi terpisah.
Kata Andry, kendati
persoalan kelangkaan kontainer sudah tidak terlalu dirasakan SEID, bahkan pada
bulan Maret hingga Juni 2021 pasokan kontainer lancar, sayangnya harga
kontainer masih belum normal. "Namun, kenaikan harga kontainer sudah
diantisipasi dengan kenaikan harga di awal April 2021 yang lalu. Kenaikannya
bervariasi 5% hingga 20% hampir di semua produk," imbuhnya.
Sumber : Kontan,
21.06.2021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar