JAKARTA.
Kementerian Perhubungan (Kemhub) kembali menerbitkan Surat
Edaran (SE) mengenai larangan pengoperasian angkutan barang
selama 10 hari pada masa libur lebaran. Aturan ini terhitung sejak 1-10 Juni
2016.
Larangan
operasional angkutan lebaran pada musim mudik Lebaran ini lebih lama dari
kebijakan serupa di tahun sebelumnya yang hanya lima hari, yakni dari H-4
hingga H-1 Lebaran.
Tak
pelak, kebijakan larangan operasional angkutan barang tersebut ditengarai akan
memberikan dampak negatif terhadap sektor bisnis jasa logistik di tanah air.
Kyatmaja
Lookman, Wakil Ketua Distribusi Barang dan Logistik dari Asosiasi Pengusaha
Truk Indonesia (Aptrindo) mengungkapkan, pelarangan selama 10 hari operasional
angkutan barang tersebut akan menyebabkan kenaikan biaya di berbagai sektor
industri.
"Capital
cost di pabrik yang tak bisa beroperasi akan naik, level stok barang juga harus
dinaikkan untuk mengcover selama 10 hari. Kondisi ini akan berakibat pada biaya
storage dan inventory, belum lagi soal risiko meningkatnya kelangkaan stok
barang," kata Kyatmaja, Jumat (10/6).
Meski
Kyat tak punya kalkulasi pasti untuk sektor bisnis lain, dia bilang, untuk
sektor logistik, pengusaha truk diprediksi bisa merugi sebesar Rp 1,5 juta per
hari untuk tiap satu armada truk yang tak beroperasi.
Padahal,
di tengah sengitnya persaingan ekonomi global, pemerintah harus bisa lebih
kompetitif dengan menggenjot aktifitas ekonomi. Sehingga, kenaikan harga akibat
kelangkaan produk bisa lebih ditekan.
Sebab,
dengan membiarkan sektor logistik tetap berjalan, setidaknya proses distribusi
produk masih tetap berputar ke berbagai daerah dan meminimalisir kelangkaan.
Untuk
itu, Aptrindo pun mendesak Kementerian Perhubungan agar memetakan jalur
distribusi logistik saat libur Lebaran di tahun yang akan datang.
"Dengan
adanya jalur ini, mobil dan motor melintas di jalurnya dan truk juga bisa
melintas sehingga harga tidak perlu naik menjelang lebaran," tandas Kyat.
Sumber
: Kontan, 10.06.16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar