JAKARTA.
Dewan
Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) menyatakan,
pengoperasian terminal operator (TO) 3 di Tanjung Priok sebagai terminal
petikemas internasional sangat membebani pengusaha.
Selain
biayanya mahal, terbatasnya lahan di area terminal membuat pemilik barang harus
mencari lahan lain untuk penempatan kontainer.
“Areanya
yang terbatas membuat terminal 3 belum layak untuk melayani petikemas
internasional. Karena secara biaya juga semakin memberatkan pemilik barang,”
kata Toto
Dirgantoro, Ketua Depalindo Rabu (29/6).
Toto
menuturkan, akibat terbatasnya tempat penampungan kontainer di TO3, pemilik
barang harus merelokasi atau over brengen (OB) barangnya ke Tempat
Penampungan Sementara (TPS) yang berada di luar terminal. Akibatnya
beban biaya yang harus dikeluarkan pemilik barang membengkak.
Saat
ini biaya relokasi kontainerdari TO3 untuk ukuran 20ft sebesar Rp
1,2 juta per box dan ukuran 40ft sekitar Rp 1,6 juta per box.
Dengan beban biaya tambahan sebesar itu, tentunya membuat barang-barang akan
semakin mahal saat di pasarkan.
“Dengan
beban yang semakin tinggi, tentu dampaknya akan berpengaruh kepada konsumen dan
perekonomian secara keseluruhan. Sebaiknya operasional terminal 3 ini dikaji
lagi dan operasional pelabuhan secara keseluruhan mesti ditata ulang, sehingga
kegiatan operasional di pelabuhan semakin efisien,” imbuhnya.
Terminal
operator 3 Tanjung Priok saat ini dikelola oleh PT Pelabuhan Tanjung Priok (PTP)
yang merupakan anak perusahaan PT Pelindo II.
Direktur The
Nasional Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menyatakan, sesungguhnya
keberadaan TO 3 ditujukan untuk mendukung dan melayani perdagangan domestik.
Oleh
karena itu, untuk mendukung program Presiden Joko Widodo (Joko Widodo),
khususnya mengenai tol laut, sebaiknya keberadaan TO3 dikembalikan untuk
pelayanan domestik.
Apalagi,
Pelindo II akan segera mengoperasikan New Priok Container Terminal (NPCT)
di Kalibaru.
“Sudah
saatnya pemerintah konsisten dengan roadmap yang sudah disusun untuk Tanjung
Priok. Kembalikan TO3 ke domestik, dan layanan international fokuskan ke JICT,
KOJA serta NPCT,” tandas Siswanto.
Setelah
TO3 dijadikan terminal international kini lalu lintas di Tanjung Priok semakin
macet. Selain fasilitas pintu keluar masuk pelabuhan tersebut tidak memadai,
tingkat okupansi lapangan petikemas di TO 3 sangat tinggi membuat arus keluar
masuk barang sangat padat.
Siswanto
menambahkan Kementerian Perhubungan, sebagai otoritas tertinggi di sektor
pelabuhan, sebaiknya melakukan
pengawasan secara ketat terkait kegiatan operasional di pelabuhan.
Apalagi
pemerintah terus berusaha memangkas biaya logistik agar ekonomi Indonesia
memiliki daya saing kuat.
“Dalam
situasi ekonomi yang sangat berat saat ini, seharusnya beban biaya bisa
dipangkas. Jangan bebani importir dengan biaya yang mahal, karena masyarakat
juga yang akhirnya harus membayar,” tegas Siswanto.
Sumber
: Kontan, 29.06.16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar