REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Advokasi dan
Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setiawarno menekankan, esensi pembatasan transportasi ialah
mencegah penularan corona. Sehingga, penting memastikan seseorang yang
mendapatkan pengecualian menggunakan transportasi umum benar-benar negatif
Covid-19.
Walau begitu, Djoko menilai,
tidak mudah memberikan pemahaman pembatasan mudik ke publik. Meski pemerintah
sudah berupaya keras secara aturan dan pelarang fisik di lapangan, termasuk
pelibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama sudah dilakukan.
Bahkan, pemerintah menerbitkan Surat Edaran Direktorat
Jenderal Nomor SE.9/AJ.201/DRJD/2020 tentang Pengaturan Penyelenggaraan
Transportasi Darat selama Masa Dilarang Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam
Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
"Namun dalam kerangka tetap
melarang mudik dan harus mentaati protokoler kesehatan," kata Djoko dalam
siaran pers yang diterima Republika pada Selasa (12/5).
Organda di seluruh Indonesia
mencatatkan 90.127
perusahaan angkutan umum
(orang dan barang) dengan 426.660
armada. Di antaranya angkutan penumpang
angkutan antar kota antar provinsi (AKAP) sebanyak 346 perusahaan dengan 26.110
armada, antar jemput antar provinsi (AJAP) atau travel 6 perusahaan (5.579
armada), angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP) 20.000 perusahaan (51.815
armada). Sementara untuk angkutan barang terdapat 20 ribu perusahaan dengan
199.977 armada.
"Kalkulasi kasar, jika
seluruh angkutan antar kota antar provinsi (AKAP) tidak beroperasi selama musim
mudik lebaran, akan hilang pemasukan sekitar Rp 10,5 triliun. Sekarang ini,
aliran uang pemudik mengalir ke pengusaha angkutan pelat hitam (bodong),"
ujar Djoko.
Djoko menyoroti, angkutan pelat
hitam merajalela beroperasi. Contohnya data Dinas Perhubungan Jawa Tengah,
total yang datang ke Jawa Tengah sejak 26 Maret 2020 sebanyak 824.833 orang
(hingga 9 Mei 2020). Sampai 24 April 2020 (awal dilarang mudik) jumlah perantau
yang datang di Jawa Tengah sebanyak 676.178 orang.
"Meskipun stasiun kereta,
bandara tidak dan sebagian terminal penumpang menutup operasinya, ternyata
pertambahan perantau yang pulang kampung ke Jawa Tengah masih terus berlangsung
sebesar 148.685 orang," ucap Djoko.
Djoko memperkirakan, rombongan
perantau warga Jateng (148.685 orang) dari Jabodetabak menggunakan kendaraan
pribadi, sepeda motor atau kendaran sewa berpelat hitam. "Kemungkinan
besar melewati jalur tidak resmi yang tidak terjaga aparat hukum,"
ucapnya.
Sumber : Republika, 12.05.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar