JAKARTA: Perusahaan
forwarder nasional meminta jaminan dan proteksi pemerintah RI agar perusahaan
multinasional/asing tidak menggarap usaha logistik domestik menjelang
diberlakukannya liberalisasi dan integrasi logistik Asean 2013.
Ketua Asosiasi Logistik dan
Forwarder Indonesia (Alfi) DKI Jakarta Sofian Pane mengatakan, kegiatan usaha
forwarder dan logistik domestik yang selama ini dikuasai pemain lokal
berpotensi tergerus jika tidak ada proteksi melalui regulasi yang tegas dari pemerintah dan instansi terkait di
sektor tersebut.
"Kalau di Pelayaran
diberlakukan asas cabotage dimana muatan domestik wajib diangkut kapal bernendera
merah putih. Kami berharap di sektor logistik domestik juga di proteksi hal
yang sama," ujarnya, Senin (2/7/2012).
Dia mengatakan hingga saat
ini usaha logistik dan forwarder nasional menguasai lebih 90% market aktivitas
penanganan logistik domestik melalui moda angkutan laut maupun udara, sedangkan
untuk penanganan logistik ocean going atau internasional baru mampu meraih
market 10%-15%.
"Market kegiatan
logistik domestik masih menjadi andalan eksistensi usaha nasional di sektor
tersebut," tuturnya.
Sofian yang juga Direktur PT
Intermoda Natama Trans itu mengatakan, di Indonesia saat ini setidaknya
terdapat 3.500 perusahaan forwarder dengan berbagai skala kegiatan mulai dari
yang kecil, menengah hingga besar dengan kesiapan SDM, permodalan dan networking
yang berbeda-beda.
"Di DKI Jakarta saja
yang tercatat terdapat 1.200 perusahaan," ujarnya.
Kendati begitu untuk
kegiatan logistik dan forwarder di DKI Jakarta khususnya yang melayani
penanganan lalu lintas kargo dari dan Pelabuhan Tanjung Priok, telah ada
proteksi dari Pemprov DKI melalui Peraturan Gubernur No:123/2010 tentang
penerbitan SIUP Jasa Pengursan Transportasi (JPT) di DKI Jakarta.
Pergub tersebut, kata dia,
mengharuskan rekomendasi ALFI DKI sebelum penerbitan izin oleh dinas
perhubungan DKI Jakarta.
"Kami perketat
pemberian rekomendasi tersebut, jika perusahaan multinasional atau asing maka
harus menggandeng mitra lokal dengan porsi yang lokal yang lebih besar,"
ujarnya.
Namun, imbuh dia, proteksi
di tingkat lokal tersebut hendaknya di lakukan juga di daerah-daerah lainnya di
Indonesia, sebab penanganan logistik tidak hanya dilakukan di Pelabuhan Tanjung
Priok meskipun 65% lalu lintas barang ekspor impor maupun antar pulau di
lakukan melalui Priok.
"Perlu diberlakukan
standar regulasi yang sifatnya nasional, sebab proteksi usaha forwarder
nasional tidak cukup hanya di dilakukan di pelabuhan Tanjung Priok, untuk
menghadapi liberalisasi logistik Asean 2013," paparnya. (k1/ra)
Sumber : Bisnis Indonesia,
02.07.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar