JAKARTA: Pengusaha
disarankan menyusun standar produktivitas minimum terlebih dahulu sebelum
mengusulkannya menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan upah minimum
tenaga kerja.
Pakar hukum ketenagakerjaan
Universitas Trisakti Andari Yurikosari mengatakan asosiasi pengusaha perlu
membuat skala berdasarkan golongan perusahaan (kecil, menengah atau besar)
serta bidang usahanya.
Skala itu akan menjadi acuan
penghitungan nasional mengingat selama ini masing-masing perusahaan menetapkan
standar yang berbeda-beda.
“Saya setuju saja dengan
usulan pengusaha, tapi harus ditentukan dulu skalanya sehingga ada
keseragaman,” katanya saat dihubungi Bisnis hari ini, Minggu (15/7).
Sebelumnya, pengusaha
mengusulkan agar produktivitas minimum menjadi salah satu pertimbangan dalam
pemberian upah minimum. Jika pekerja tidak memenuhi produktivitas minimum, maka
yang bersangkutan hanya berhak menerima upah di bawah ketentuan minimum.
Andari berpendapat usulan
pengusaha memang perlu dipertimbangkan dalam revisi Permenakertrans No 15/2005
tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
“Kalau aturan itu merugikan
pengusaha, mereka tidak bisa bayar, akhirnya yang ada hanya penangguhan.
Ujung-ujungnya, buruh tidak mendapatkan haknya,” ungkapnya.
Meskipun demikian,
lanjutnya, aspirasi buruh pun tetap harus diperhatikan mengingat selama ini
banyak perusahaan berskala besar yang masih memberikan upah di bawah ketentuan
minimum.
Dalam hal ini, serikat
pekerja pun harus mengusulkan patokan harga setiap komponen kebutuhan hidup
layak sebagai bahan untuk disepakati secara tripartit.
Di sisi lain, pemerintah
harus memangkas ‘biaya-biaya siluman’ yang menambah beban produksi dan membuat
pengusaha tidak mampu membayar upah sesuai ketentuan.
Menurut Andari, pemerintah
tetap harus mencari jalan keluar atas perdebatan yang mewarnai keputusan
penambahan 14 komponen ke dalam penghitungan kebutuhan hidup layak (KHL) yang
tercantum dalam Permenakertrans No 13/2012.
“Tetap harus ada kesepakatan
tripartit. Pemerintah harus ambil jalan tengah sampai ada kesepakatan. Percuma
aturan dibuat kalau tidak bisa diterapkan,” ungkapnya. (sut)
Sumber : Bisnis Indonesia,
15.07.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar