JAKARTA.
Perintah Presiden Joko Widodo untuk menekan waktu tunggu bongkar muat
(dwelling time) di pelabuhan mulai
membuat kementerian terkait gerah.
Kali ini, giliran Kementerian Perdagangan (Kemdag)
menyisingkan lengan dengan memeriksa importir melakukan bongkar muat di Tanjung
Priok. Ini demi menganalisa penyebab lamanya dweeling time.
Staf Khusus Menteri
Perdagangan bidang Penguatan Perdagangan Nasional Ardiansyah S.Parman mengatakan Kemdag telah memeriksa
sekitar 1.000 kontainer milik importir yang ada di Tanjung Priok.
Dari jumlah
itu, hasilnya ada sekitar 700 importir yang waktu bongkar muatnya lebih dari
lima hari. "Sekarang kami teliti lagi indikasi kenapa (waktu bongkar muat
700 importir itu) di atas lima hari," katanya akhir pekan lalu.
Ia menambahkan,
Kemdag akan menindak tegas importir yang sengaja mengulur waktu proses bongkar
muat barang di pelabuhan. Bila ditemukan bukti yang kuat, Kemdag akan
memberikan penalti berupa pencabutan izin impor.
Percepat pemeriksaan
Upaya menekan
waktu tunggu bongkar muat di pelabuhan butuh dukungan dari berbagai lembaga
terkait. Selain pihak pelabuhan, salah satu instansi yang berperan penting
dalam menurunkan dwelling time di pelabuhan adalah Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai. Maklum, lembaha inilah yang bertugas memeriksa dokumen barang sebelum
barang diperbolehkan keluar pelabuhan.
Pelaksana tugas (Plt)
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Supraptono mengatakan Bea cukai memegang
tanggung jawab pada proses dwelling time di custom clearance yakni proses
pemeriksaan sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dierima hingga diterbitkannya Surat
Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) oleh bea cukai. Saat ini angka
dwelling time customs clearance adalah 0,6 hari, masih lebih lama dari target
yang ditetapkan untuk customs clearance 0,5 hari.
Supraptono
bilang, kendala bea cukai untuk mencapai target dwelling time adalah masih
lamanya waktu penyerapan hardcopy dokumen jalur kuning dan merah, lamanya
penarikan kontrainer untuk pemeriksaan fisik, dan lamanya pengurus barang dalam
pendampingan pemeriksaan fisik.
Untuk
mengatasinya, bea cukai akan mempercepat penyerapan dokumen PIB dan pemeriksaan
fisik serta menambah dua unit hi-co scan PIB baru untuk Terminal Jakarta International
Container Terminal (JICT) dan dua unit hi-co scan untuk Pelabuhan
Kalibaru.
Dari segi
kebijakan, bea cukai akan melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga
terkait untuk mengembalikan fungsi pelabuhan sebagai tempat kegiatan bongkar
muat dan tempat penimbunan sementara. "Bukan sebagai tempat penimbunan umum,"
jelas Supraptono. Untuk itu, kata Supraptono pemerintah akan berencana
menaikkan tarif sewa penimbunan barang di pelabuhan.
Tapi, Ketua
Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldi Ihza Masita bilang, kenaikan
tarif biaya sewa lahan penumpukan kontainer di pelabuhan ini tak cukup ampuh
untuk menurunkan dwelling time di pelabuhan. Sebab, kata Zaldi akar masalah dwelling time bukan pada besaran
tarif sewa pelabuhan.
Sebenarnya,
kata Zaldi untuk menekan dwelling time, hal terpenting yang harus dilakukan
oleh pemerintah adalah memperkuat otoritas pelabuhan.
"Seharusnya otoritas pelabuhan diberi kuasa untuk menjadi penguasa tunggal
di pelabuhan," ujar dia. Dengan
begitu, seluruh kegiatan di pelabuhan ada di bawah otoritas ini. Dengan begitu,
koordinasi akan lebih cepat" ungkap Zaldi.
Sumber :
Kontan, 29.06.15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar