Bisnis.com,
SAMARINDA - Ketika masyarakat di Ibukota meributkan rencana pembangunan kereta
api cepat Jakarta-Bandung, penduduk di Kalimantan justru masih menganggap
sarana transportasi tersebut seperti mimpi di siang bolong.
Saya bertemu
dengan Megawati, 22, dalam perjalanan bus Samarinda-Balikpapan di pengujung
Agustus. Sore itu dia mengenakan seragam serba putih. Mega adalah mahasiswi
tingkat akhir di sebuah sekolah tinggi keperawatan di Samarinda.
Gadis ini
lahir di Balikpapan tetapi kini menetap di Penajam Paser Utara (PPU). Setiap
akhir pekan, dia meninggalkan Samarinda untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Seperti
banyak penduduk Kalimantan lainya, keluarga Mega adalah pendatang dari
Banyuwangi, Jawa Timur.
Selepas Idul
Fitri lalu, Mega dan keluarganya mudik ke tanah leluhurnya tersebut. Mereka
mengambil penerbangan Balikpapan-Surabaya sebelum melanjutkannya dengan mobil sewaan.
Bagi Mega,
ini merupakan kesempatan langka. Tak heran jika dia menyimpan keinginan yang
mustahil didapatkan di Kalimantan.
“Aku ingin
lihat kereta api,” ujarnya singkat.
Ketika para
pekerja di ibu kota harus berdesakan setiap hari di KRL, melihat kereta api
beroperasi rupanya sudah cukup membuat seorang mahasiswi di Kalimantan Timur
berbahagia.
Bagi telinga
saya yang terbiasa melihat ‘ular besi’ berlalu lalang di Jakarta, keinginan
sederhana Megawati terdengar absurd.
Namun, impian
itu jelas mewakili angan-angan penduduk Kalimantan lainnya. Bagi mereka yang
tidak pernah keluar dari pulaunya, kereta api hanya bisa dibanyangkan di
kepala. Persis seperti impian penduduk ibu kota terhadap Shinkansen di Jepang.
Pemerintah
bukan menutup mata. Beberapa kali wacana jalur kereta api Trans Kalimantan
digulirkan. Faktanya, berkali-kali juga rencana tersebut diredam karena
ketidakmampuan APBN untuk membiayai.
Tahun ini,
pemerintah provinsi Kalimantan Timur kembali menebar harapan. Gubernur Kaltim
Awang Faroek baru saja kembali dari Rusia membawa kabar gembira bagi masyarakat
‘Benua Etam’.
Pihaknya
mengklaim berhasil merayu Russian Railways untuk menggelontorkan investasi
membangun jalur kereta api di provinsi ini. Groundbreaking dijadwalkan
dilakukan pada 17 November 2015.
“Kami
menyadari keuangan negara tidak akan sanggup membangun kereta api di
Kalimantan. Jadi kami menggandeng investor untuk merealisasikan rencana
tersebut,” katanya, Kamis (24/9/2015) lalu.
Rencananya,
jalur kereta api akan dibangun sepanjang 196 kilometer dari Kabupaten Kutai
Barat hingga Balikpapan. Pihak Russian Railways juga akan bertanggungjawab
membangun 23 jembatan di jalur tersebut.
Awang juga
menjanjikan sarana tersebut tidak hanya ditujukan bagi angkutan barang semata.
Kereta impian ini juga disiapkan agar bisa mengangkut penumpang dari pedalaman
di Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Paser, PPU, dan Balikpapan.
Tentu masih
terlalu dini untuk berpesta menyambut rencana tersebut. Sudah terlalu lama
pasalnya pembangunan kereta api sekadar menjadi semacam janji kosong atau
"pemberi harapan plasu alias ‘PHP’ bagi masyarakat Kalimantan.
Apalagi dana
yang diperlukan juga tidak sedikit. Sebelumnya, sempat beredar kabar
pembangunan jalur kereta ini membutuhkan hingga Rp17 triliun.
Kepala Dinas
Perhubungan Kalimantan Timur Zairin Zain yang juga ikut dalam rombongan
gubernur ke Rusia enggan mengonfirmasi besaran dana tersebut.
Meskipun
groundbreaking akan dilakukan kurang dari dua bulan lagi, dia menuturkan pihak
Russian Railways masih menghitung rencana investasi yang dbutuhkan.
“Desain dan
survei lapangannya masih diselesaikan jadi nilai investasinya belum bisa
diketahui,” katanya saat ditemui Bisnis, Kamis (24/9).
Zairin hanya
menjelaskan proyek ini kemungkinan besar baru bisa diselesaikan pada 2020.
Itupun dengan catatan jika groundbreaking dan pembangunannya berjalan lancar.
Persoalan utama yang akan menghambat adalah soal pembebasan lahan.
Ini bukan
persoalan sembarangan. Pemprov Kaltim sudah merasakan batunya dalam pembangunan
jalan tol Balikpapan-Samarinda. Di beberapa ruas, pemerintah daerah kesulitan
meyakinkan masyarakat agar mau merelakan tanahnya.
Awang pun
meminta masyarakat mau bekerja sama untuk memuluskan rencana tersebut. Bagi
perusahaan perkebunan dan pertambangan, dia bahkan mengultimatum akan mencabut
izin usaha jika mereka enggan bekerja sama dalam hal penyediaan lahan. Menurut
Awang, kemudahan pembebasan lahan memang menjadi syarat utama yang diminta
pihak Russian Railways.
Pangkas
ongkos logistik
Pelaku usaha
memang pantas bertepuk tangan jika rencana ini terealisasi. Ketua Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim M. Slamet Brotosiswoyo menuturkan kereta
api bakal menurunkan biaya logistik. Dia menceritakan selama ini distribusi
barang ke sejumlah daerah memang terkendala jalur transportasi yang buruk.
Melalui jalur
darat, pengusaha logistik dihadapkan pada jalan yang akan menjadi genangan
lumpur saat musim penghujan.
Saiful Huda,
seorang pengusaha logistik di Samarinda, menceritakan sudah menjadi hal yang
lumrah bagi supir untuk bermalam di hutan saat jalan terputus karena longsor
atau musim penghujan. Bahkan beberapa daerah nyaris terisolir karena belum ada
transportasi darat yang memadai.
“Jalan lintas
di Kalimantan memang sangat sulit diprediksi. Jalan yang biasanya bisa ditempuh
12 jam bisa jadi 3 hari 3 malam di musim hujan,” katanya belum lama ini.
Menggunakan
jalur sungai juga sebelas duabelas. Slamet menuturkan sungai tidak bisa
dilewati sepanjang waktu. Di musim hujan, arus air kadang terlalu besar sehingga
membahayakan pengguna. Di musim kemarau, debit air sungai merosot tajam yang
membuat kapal mustahil melintas.
Tidak heran
jika Slamet menyambut gembira rencana pembangunan jalur kereta api ini. Di sisi
lain, dia juga memperingatkan pemerintah provinsi terkait dengan pola kerja
sama dengan pihak Rusia. Kendati sangat dibutuhkan, dia berharap kolaborasi
tersebut justru tidak merugikan Kalimantan Timur di masa mendatang.
Di sisa masa
jabatannya yang tinggal 3 tahun lagi, Gubernur Awang Faroek memang makin gemar
menebar harapan. Soal terealisasi atau sekadar menjadi ‘PHP’ tentu masih butuh
waktu. Namun, kita tentu berharap Mega dan generasi selanjutnya tidak perlu
lagi menyeberang ke Pulau Jawa hanya untuk menonton kereta.
Sumber :
Bisnis Indonesia, 27.09.15.