Bisnis.com,
JAKARTA – Perusahaan konsultan berskala global, Roland Berger dan
perusahan logistik berbasis aplikasi Open Port optimistis biaya logistik
di Indonesia bisa tergerus 9% pada 2035.
Anthonie
Versluis, Managing Partner Roland Berger menyatakan biaya logistik di
Indonesia kini sudah mencapai 26% dari total PDB, atau tiga kali lebih besar
daripada negara maju.
Dia
memperkirakan bahwa setiap perusahaan logistik di Indonesia memiliki potensi
untuk dapat mengurangi biaya logistik sebanyak 30% dalam jangka pendek, apabila
beban-beban yang signifikan dapat dihilangkan secara keseluruhan.
"Di
antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki biaya logistik tertinggi, yakni mencapai 26% dari total PDB pada
2015," kata Anthonie dalam siaran pers, Selasa (17/5/2016).
Anthonie
memberikan contoh biaya logistik di Malaysia dan India hanya 14% dari PDB,
sementara di China sebesar 18%. Menurutnya, Indonesia sesegera mungkin
membutuhkan transformasi dari industri guna mengurangi beban biaya logistik.
Adapun
tindakan tertentu yang bisa segera dilakukan misalnya reformasi model operasi
pelabuhan dan pengembangan infrastruktur pelabuhan sangat dibutuhkan.
Menurut
analisa Roland Berger, Indonesia memiliki potensi untuk menekan biaya logistik
terhadap persentase dari PDB menjadi 9% pada 2035, tetapi harus meningkatkan
reformasi di industri untuk mencapai target yang ambisius ini.
“Kedua
sektor, baik publik maupun swasta, perlu bekerja sama untuk mengurangi beban
ini," sambung Anthonie menyoroti kebutuhan untuk mengembangkan sistem
jaringan hub-and-spoke, memperbaiki regulasi, dan menambah kapasitas jalan dan
kereta api saat ini.
Tak
hanya itu, Anthonie menyebut bawah kawasan Indonesia bagian Timur dapat
memainkan peran penting dalam mengembangkan rute maritim, yang akan
meningkatkan pembangunan ekonomi di Kalimantan dan Sulawesi, serta manfaat
pelabuhan dan pengirim yang berbasis di Jawa Timur.
Dengan
mengembangkan infrastruktur dan bekerja sama dengan para ahli untuk menentukan
muatan optimal, operator logistik di Jawa Timur akan mampu merebut pangsa pasar
dari Tanjung Priok.
Saat
ini, meskipun Tanjung Priok merupakan pelabuhan paling ramai dan menangani
lebih dari 50% dari kargo trans-shipment di Indonesia, tetapi penanganan
kepabeanan masih cenderung lambat dan kapasitas pelabuhan yang terbatas.
CEO Open Port
Max Ward
menyatakan untuk mengoptimalkan langkah tersebut pemerintah Indonesia perlu
memanfaatkan sharing economy, yakni sebuah langkah untuk merevolusi cara kerja
sektor logistik dan supply chain.
Sumber
: Bisnis Indonesia, 17.05.16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar