KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Telekomunikasi yang
juga Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mempertanyakan alasan
pemerintah yang membatalkan lelang frekuensi 2,3 GHz. Frekuensi tersebut
sejatinya akan digunakan untuk menggelar jaringan 5G di Indonesia.
"Yang perlu diketahui adalah mengapa dibatalkan?
Apakah karena penawaran peserta lelang harganya sama, penyampaian dokumen pada
jam yang sama atau kenapa, ini kita perlu ketahui bersama," kata Heru
kepada kontan.co.id, Sabtu (23/1).
Heru menilai, penjelasan dari Kemkominfo kurang jelas
dan transparan. Prinsip kehati-hatian apa dan yang mana yang
dimaksudkan sehingga membuat lelang dibatalkan alias dihentikan.
Sebab menurutnya, jika tidak, akan menimbulkan masalah
hukum. Kalau karena ada kecurangan di sisi operator, maka bid bond harus
diambil oleh negara. Sementara jika tidak ada kejelasan mengapanya maka
operator peserta lelang bisa menggugat secara hukum. "Sebab mereka kan
dirugikan karena telah menyiapkan dokumen dan jaminan atau bond yang tentunya
nilainya tidak kecil," ujar Heru.
Ia mengatakan bahwa, diperlukannya penjelasan yang
transparan dan terbuka kepada masyarakat karena menurut Heru, peristiwa ini
adalah perisitiwa pertama dalam sejarah lelang frekuensi di Indonesia yang
sejak 2006 dilakukan secara transparan, terbuka dan adil serta menghasilkan
pemasukan bagi negara yang cukup besar.
Tetapi dia mengaku bahwa sebenarnya kehadiran 5G tidak
terlalu terpengaruh kepada operator karena 2,3 GHz bukan frekuensi yang cocok
untuk 5G pada saat ini. "Trend di banyak negara ada di 3,5 GHz dan 2,5/2,6
GHz," katanya.
Sebagai informasi, pemerintah telah memutuskan tiga
pemenang lelang di pita frekuensi 2,3 GHz yaitu PT Smartfren Telecom Tbk
(FREN), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), dan PT Hutchison 3 Indonesia
(Tri Indonesia). Ketiga operator berhak mendapat tambahan frekuensi
10 MHz di pita 2,3 GHz. Masing-masing diminta untuk memilih 3 blok yang
tersedia.
Di mana Smartfren mendapatkan bagian Blok A,
Hutchison Tri Indonesia di Blok B, dan Telkomsel di Blok C. Ketiganya
menawarkan harga yang sama, yakni Rp 144,8 miliar untuk
masing-masing blok.
Sumber : Kontan, 24.01.2021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar