Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan
Sungai, Danau dan Penyeberangan menyoroti Dermaga 6 Pelabuhan Merak yang masih
dimonopoli oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Gapasdap menilai praktik monopoli itu membuat pelayanan di
dermaga eksekutif itu menjadi kurang maksimal.
Ketua Dewan Penasihat DPP Gapasdap Bambang
Haryo Soekartono mengungkapkan Dermaga 6 seharusnya tidak
dimonopoli satu perusahaan penyeberangan.
Disebutkan Bambang dermaga itu dibangun menggunakan
anggaran negara. Selain itu, sarana dan prasananya harus benar-benar memenuhi
standar pelayanan kelas eksekutif.
Selama ini, Dermaga 6 hanya dilayani oleh kapal-kapal PT
ASDP Indonesia Ferry (Persero). Padahal, ujarnya, ada beberapa operator lain
yang memiliki kapal-kapal terbaik dan sering mendapatkan penghargaan pelayanan
prima dari Kementerian Perhubungan.
“Semua operator kapal yang memenuhi standar eksekutif
seharusnya diberikan tempat di Dermaga 6. Publik berhak mendapatkan pelayanan
terbaik karena dermaga itu dibangun dengan uang negara dari pajak rakyat,” kata
Bambang Haryo dalam keterangannya, Minggu (31/1/2021).
Dia mengatakan Dermaga 6 dibangun menggunakan dana
APBN tahun 2012 dan PMN (Penyertaan Modal Negara) Rp1 triliun pada 2016-2017
yang diajukan ASDP melalui DPR RI.
“Saat menjadi anggota Komisi VI DPR RI, saya mendukung
percepatan pembangunan dermaga itu karena sejalan dengan program Presiden
Joko Widodo di sektor maritim,” kata anggota DPR RI periode 2014-2019
ini.
Dia bahkan ikut mendesak Menteri Keuangan saat itu [Bambang
Brojonegoro] agar mempercepat pencairan PMN supaya Dermaga 6 dan Dermaga 7
Pelabuhan Merak segera direalisasikan oleh ASDP.
Selain tidak boleh dimonopoli, tutur Bambang Haryo, Dermaga
6 harus menjadi ikon sebagai dermaga eksekutif yang pelayanannya tentu harus
lebih baik dibandingkan dengan dermaga reguler, terutama dari sisi kapasitas
angkut (ukuran kapal), kecepatan, kenyamanan, dan keselamatan.
Untuk menjamin kapasitas angkut, dia mengatakan ukuran
kapal harus besar yakni minimal panjang 150 meter.
"Panjang kapal di sana harusnya minimal 160-180 meter
atau sesuai dengan ukuran kade yang disiapkan, karena dermaga di Bakauheni bisa
200 meter. Sementara dermaga lain di bawah 150 meter,” urainya.
Dia menjelaskan, Dermaga 6 tidak terkendala oleh
ukuran kapal karena tidak sandar di dolpin atau tiang pancang, tetapi di kade
dermaga. Kapal ukuran berapa pun bisa sandar, hanya bergantung pada kedalaman
laut.
Namun, data menunjukkan kapal-kapal yang sandar di Dermaga
6 mayoritas panjang 110 meter, bahkan ada yang panjangnya cuma 80-an meter.
Dari sisi kecepatan, lanjut Bambang Haryo, kapal yang melayani Dermaga 6 harus di atas
15 knot sehingga masyarakat benar-benar merasakan percepatan penyeberangan.
Kenyataannya, kapal-kapal di dermaga itu rata-rata jauh di
bawah 15 knot atau di bawah standar kecepatan kapal eksekutif.
Dalam hal kenyamanan, fasilitas kapal juga harus berbeda
dari kapal reguler, misalnya tersedia lift atau eskalator ke geladak, kamar
kelas eksekutif dan fasilitas VIP lainnya.
“Jadi, bukan hanya
prasarana atau dermaganya yang kelas eksekutif, kapal-kapalnya juga harus
benar-benar memenuhi standar eksekutif. Kapal-kapalnya harus yang terbaik,
jangan kapal-kapal unyil (kecil) dan tua, apalagi sering rusak seperti KMP
Portlink 3 yang sempat rusak hingga setahun,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Bambang Haryo, tingkat keselamatan kapal
eksekutif harus lebih mumpuni, misalnya SDM kapal terlatih dan profesional,
serta peralatan kapal lengkap dan di atas standar kapal reguler.
Dengan demikian, ujarnya, masyarakat betul-betul bisa
merasakan pelayanan kelas eksekutif sesuai harga tiket yang mereka beli dan
menikmati manfaat dari hasil pajak yang mereka bayarkan untuk membangun dermaga
tersebut.
“Oleh karena itu, Pemerintah terutama Kemenhub harus tegas
dan segera memberesi masalah ini, sebab pelayanan yang tidak memenuhi standar
dan praktik monopoli di dermaga itu berpotensi melanggar UU Konsumen dan UU
Persaingan Usaha Tidak Sehat,” ujarnya.
Adapun, pihak PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) belum
menanggapi soal ini. Bisnis telah mencoba mengkonfirmasi hal tersebut kepada Corporate
Secretary PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Shelvy Arifin, namun belum
mendapat respons.
Sumber : Bisnis, 31.01.2021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar