KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan
biaya ekonomi di sektor pelayaran dunia melonjak tajam. Hal ini salah satunya
dipengaruhi oleh berkurangnya lalu lintas kapal pengangkut petikemas ke
berbagai pelabuhan dunia akibat terbatasnya aktivitas ekonomi.
Ibrahim Khoirul Rohman, Ketua Forum Angkutan
Logistik Masyarakat Transportasi Indonesia,
mengatakan, kenaikan biaya angkutan petikemas (freight rate) selama pandemi
Covid 19 telah membuat biaya logistik di Tanah Air semakin mahal.
Alhasil, frekuensi kapal pengangkut petikemas ke berbagai
negara tujuan ekspor juga berkurang. Kondisi ini membatasi aktivitas
ekspor-impor ke Indonesia melalui jalur laut.
Selama tahun 2020 banyak perusahaan pelayaran yang
mengurangi frekuensi pengiriman petikemas untuk efisiensi. Akibatnya freight
rate pegangkutan petikemas ke luar negeri naik hingga empat kali lipat
dibandingkan sebelumnya. "Ini yang semakin memberatkan ekonomi saat
pandemi Covid 19," kata Ibrahim, Selasa (26/1).
Ibrahim mengungkapkan,freight rate International mulai naik
tajam pada kuartal III dan IV tahun ini. Sebut saja, misalnya, tarif freight
rate ke India dari semula hanya US$ 400 per teus (kontainer) menjadi US$ 1.300
per teus. Lalu, tarif angkut ke Brasil
US$ 700 per teu jadi US$ 1500 per teus, dan ke Eropa dari US$ 1.500 per teus
jadi US$ 2.500 per teus.
Tentu saja, kata Ibrahim, kenaikan biaya freight rate rute
ke luar negeri itu akan memukul eksportir di Tanah Air. Sebab, sebagian besar
ekspor Indonesia tergolong low value comodity. Negara kita tidak mengekpsor
high end product. Sebagian besar ekspor Indonesia adalah produk bahan mentah.
Kondisi tersebut, jelas memukul kemampuan eksportir
Indonesia untuk melakukan pengiriman barang. Di sejumlah daerah, misalnya.
Menurut Ibrahim, eksportir yang biasanya bisa melakukan pengiriman barang
hingga 100 kontainer pasar luar negeri, tapi sejak tingginya biaya freight
rate, mereka hanya bisa mengangkut sekitar 5-20 kontainer per bulan.
Pasalnya, lanjut Ibrahim, biaya freight rate rute
internasional yang mahal itu, tidak memberikan kompensasi menarik terhadap
value ekspor. Dia mencontohkan ekspor barang-barang raw material seperti bahan
tekstil dasar yang belum diolah.
Nilai pengiriman barang ini tidak seberapa dibandingkan
besarnya tarif freight rate saat ini. "Nah ini pukulan bagi eksportir kita
di kuartal IV tahun lalu dan mungkin berlanjut di kuartal I 2021," imbuh
Ibrahim.
Pendapat senada diungkapkan Saut Gurning, Pengamat Maritim dari Institut Teknologi Surabaya (ITS). Dia bilang, dalam sebulan terakhir sejak awal Desember 2020 hingga Januari 2021, freight kontainer ke luar negeri melonjak tajam, khususnya rute intra Asia.
Rute domestik stabil
Bahkan, kenaikan freight rate tertinggi hingga 25 kali
lipat dibandingkan sebelumnya, terjadi pada rute ekspor tujuan pelabuhan
Shanghai, Shenzen dan Xiamen China. Namun, berbeda dengan kondisi freight rate
ke luar negeri, tarif angkutan kontainer di rute domestik relatif tidak
mengalami gejolak yang luar biasa.
Tarif angkutan ke berbagai pelabuhan tujuan di dalam
negeri, bahkan sempat memgalami penurunan akibat berkurangnya aktivitas ekonomi
di awal pademi Covid 19 tahun lalu. Tapi, sejalan dengan menggeliatnya ekonomi
domestik, biaya angkutan petikemas ke berbagai pulau di dalam negeri mulai
pulih.
"Biaya angkutan petikemas pelayaran domestik relatif
stabil selama pandemi ini. Hal ini
memberikan efek positif bagi ekonomi di daerah, mengingat lonjakan
freight rate ke luar negeri sangat membebani ekonomi Indonesia," papar
Saut.
Ibrahim menambahkan stabilitas tarif angkutan di rute
domestik, tak lepas dari adanya penerapan azas Cabotage. Kebijakan ini berperan
penting dalam menjaga lalu lintas pelayaran di dalam negeri. Karena, dengan
hanya melibatkan kapal-kapal berbendera Indonesia dengan awak kapal WNI,
aktivitas pelayaran cenderung stabil selama masa pandemi.
Berbeda halnya jika pelayaran asing bisa masuk ke berbagai
pelabuhan di daerah. Kenaikan freight rate yang gila-gilaan bisa saja terjadi
di angkutan domestik, karena kapal-kapal asing tidak banyak yang berlayar.
"Makanya penting sekali bagi Indonesia untuk memperkuat pelayaran
domestik," tegas Ibrahim.
Ia juga menilai, azas cabotage sangat berkontribusi dalam
menjaga daya saing industri pelayaran dan maritim Nusantara. "Kebijakan
ini mampu menjaga kemandirian industri domestik. Jangan sampai pihak asing
mengendalikan bisnis pelayaran nasional," katanya.
Sebelumnya, sesuai ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Cipta
Kerja yang disahkan pada 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2
November 2020, pemerintah tetap mempertahankan Azas Cabotage.
Ketentuan ini sebelumnya telah ada di UU Pelayaran nomor 17
tahun 2008. Penerapan azas Cabotage ini merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mendukung penguatan industri pelayaran nasional dan menjaga kedaulatan
negara.
Sumber : Kontan, 27.01.2021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar