JAKARTA.
Ahli dibidang transportasi Djoko Setijowarno mengkhawatirkan
pemerintah akan kesulitan mengatur taksi berbasis aplikasi. Sebab,
selama ini taksi berbasis aplikasi tidak pernah transparan dalam menjalankan
usahanya. Jika hingga batas waktu status quo pada 31 Mei 2016, operator taksi
berbasis aplikasi tidak menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, pemerintah
berhak menghentikan operasional taksi berbasis aplikasi.
Jika
tidak segera dihentikan, pemerintah akan kesulitan mengontrol jumlah armada angkutan
berbasis aplikasi. Sebab, pelaku taksi berbasis aplikasi tidak mendaftarkan
usahanya kepada pemerintah daerah. Masalahnya, angkutan umum di berbagai kota
selain Jakarta, sebagian besar masih berskala menengah, dan melibatkan hajat
hidup masyarakat kelas bawah. Menurut Djoko usaha rakyat selama ini merupakan
jaringan perekat sosial. Kalau sampai hal tersebut dimatikan akan mengganggu
stabilitas keamanan.
"Saya
berharap pemerintah dapat segera menghentikan angkutan berbasis aplikasi
tersebut sebelum mereka mengantongi izin sebagai angkutan umum. Bajaj saja
meskipun wilayah operasinya dibatasi, dia memiliki izin resmi. Jadi harus ada
kesetaraan perlakuan untuk semua angkutan," ucap Djoko yang menjabat
sebagai Wakil Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) saat dihubungi,
Senin (28/3).
Djoko
mengatakan undang-undang telah mengatur beroperasinya angkutan umum termasuk
taksi tujuannya agar penumpang mendapat jaminan keamanan, keselamatan, dan
kenyamanan. Untuk itu semua penyelenggara angkutan umum harus mengantongi izin
usaha, bukan sekedar berbentuk badan usaha saja. Sepanjang hal itu belum
dipenuhi seharusnya tidak boleh beroperasi.
"Apakah
ada jaminan setelah nantinya mereka mematikan angkutan umum resmi, tarif
kedepannya masih murah. Itu sebabnya, UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22
tahun 2009 secara tegas telah mengatur hal tersebut. Bahkan polisi dapat
menilang kendaraan plat hitam yang dijadikan angkutan umum," kata Djoko.
Djoko
menegaskan, jika ingin tetap beroperasi, maka operator taksi berbasis aplikasi
harus mengikuti peraturan perundangan mengenai angkutan umum yang berlaku di
Indonesia. Seperti taksi sebagai angkutan umum, Menteri Perhubungan telah
mengatur melalui peraturan No. 35 tahun 2003 diantaranya menyebutkan angkutan
taksi adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda
khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke
pintu.
Kemudian
disebutkan kendaraan yang digunakan harus dilengkapi dengan tulisan Taksi, ada
lampu yang menandakan kendaraan itu kosong atau sedang diisi penumpang, ada
jati diri pengemudi, serta ada nomor urut kendaraan, jelas Djoko. Perusahaan
taksi juga wajib untuk mengikuti iuran wajib asuransi dan pertanggungan
kecelakaan dalam mengoperasikan kendaraan, serta harus memenuhi syarat teknis
dan laik jalan sebagai angkutan umum, jelas Djoko.
Aplikasi
sendiri menurut Djoko sudah ada peraturannya namun diperuntukkan untuk
mendukung memudahkan masyarakat dalam mendapatkan angkutan umum seperti
mendapatkan tiket kereta api, kapal laut, pesawat udara, dan lain sebagainya
yang sudah ada tarif resminya.
Djoko
meminta apabila Uber dan Grab masih ingin beroperasi sebagai Taksi maka ada
beberapa hal yang harus dipenuhi yakni memiliki izin usaha dan tempat usaha,
memiliki NPWP, memiliki akte pendirian usaha, memiliki surat domisili,
pernyataan kesanggupan untuk menyediakan fasilitas pool untuk penyimpanan
kendaraan.
Selain
itu mereka juga harus mengantongi persyaratan administrasi yakni mengantongi
izin angkutan umum, surat kesanggupan memenuhi seluruh kewajiban sebagai
pemegang izin operasi, memilliki kendaraan bermotor laik jalan dibuktikan
dengan STNK dan buku uji, memiliki fasilitas penyimpanan kendaraan, memiliki
kerja sama dengan pihak lain untuk pemeliharaan kendaraan, surat keterangan
kondisi usaha, kesanggupan memenuhi standar pelayanan minimal, serta surat
pertimbangan dari kepala daerah.
Sumber
: Kontan, 28.03.16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar