KONTAN.CO.ID -JAKARTA.
Kabar meninggalnya Ketut Masagung menyeruak sedari
Minggu dini hari (5/01), termasuk ke redaksi kontan.co.id. Kabar yang masuk ke
kontan, putra bungsu pemilik Grup Gunung Agung ini meninggal karena sakit
jantung di Rumahsakit VU NC Amsterdam pada tanggal 4 Januari 2020 pukul 15.35 waktu
setempat.
Ketut meninggal di usia 50 tahun. Ia meninggalkan
dua orang putra dari pernikahan pertamanya, yakni Arya Masagung dan Arman
Masagung.
Keduanya saat ini tengah menempuh pendidikan di Universitas
San Francisco, California, Amerika Serikat. Kabar yang sampai ke kontan, saat
ini, jenasah Ketut tengah dalam perjalanan menuju Indonesia.
Ketut adalah anak bungsu dari pendiri Grup Gunung Agung, Haji Mas Agung.
Dalam sejarah bisnisnya, Haji Masagung memiliki tiga orang anak yakni Putra
Masagung, Made Oke Masagung serta
Ketut Masagung.
Haji Masagung mendirikan bisnisnya berupa sebuah toko buku
di Kwitang, Jakarta Pusat. Ia memulai bisnisnya yakni toko buku, surat kabat di
tahun 1953. Saat itu, pemilik nama asli
Tjio Wie Tay (1927 - 1990), yang kemudian dikenal sebagai Haji Masagung,
memulai bisninya dari kios sederhana yang menjual buku, surat kabar, dan
majalah dengan nama Thay San Kongsie.
Ketika bisnis tumbuh lebih besar dan lebih kompleks di
tahun-tahun awal paska kemerdekaan, Haji Masagung mendirikan perusahaan baru
yang menerbitkan dan mengimpor buku-buku, bernama Firma Gunung Agung. Ini pula
yang mengawali bisnis Grup Gunung Agung.
Di tangan Haji Masagung, bisnis Gunung Agung bertumbuh
dengan dukungan para penyair, penulis, cendekiawan, dan jurnalis. Apalagi, Haji
Masagung acap menyelenggarakan pameran buku. Pameran buku pertama di Indonesia
bahkan mendapat sambutan hangat masyarakat yang saat itu haus dengan pameran.
Tahun 1986, Haji Masagung memutuskan untuk menjual dan
menyerahkan saham Grup Gunung Agung kepada ketiga putranya: Putra Masagung,
Made Oka Masagung dan Ketut Masagung. Saat itu, bisnis Gunung Agung Grup sudah
bukan saja toko buku, tapi sudah meluas ke sektor keuangan, properti, tambang
serta mal.
Empat tahun berselang, dengan alasan sakit, Putra Masagung
mundur dari Grup Gunung Agung. Ia memilih konsentrasi di bisnis toko buku saja: Toko Buku Gunung Agung. Tak
lama berselang, giliran si bungsu Ketut Masagung juga memilih mundur dari
bisnis Grup Gunung Agung dengan mendirikan toko buku sendiri, Toko Buku
Walisongo.
Di
tangan Made Oka Masagung, Grup Gunung Agung mengembang cepat. Gurita bisnisnya
mulai dari ke sektor jasa keuangan dengan memiliki Bank Arta Prima, money
changer (Ayumas Gunung Agung), perusahaan investasi, dan properti serta
pertambangan.
Hanya tangan bisnis Made Oka tak sedingin ayahnya. Kelewat
ekspansif membuat bisnis Gunung Agung tertambat banyak masalah.
Padahal di awal berdirinya, sejumlah nama besar ikut
tercatat sebagai pemegang saham Gunung Agung. Misalnya Mohammad Hatta, H.B. Jassin, dan
Adinegoro.
Awal keruntuhan diawali dari rontoknya bisnis Oka di sektor
properti. Dalam tulisan Mingguan Kontan, 9 Juni 1997: Siapa Tahan Meyangga Gunung Agung Februari
1994 terkuak berita bisnis Gunung Agung limbung.
Hal ini ditandai dengan kisah Made Oka MasAgung, sang
pemilik, menjual 80% sahamnya kepada PT Kosgoro. Langkah itu dilakukan lantaran
kelompok usaha yang didirikan ayah Oka, Haji MasAgung tersebut terbelit utang
sampai Rp 450 miliar. Sebanyak Rp 55 miliar dari jumlah itu berupa utang kepada
Bank Summa. Dan sebagian besar utang sudah jatuh tempo.
Kabarnya, sejak Bank Summa dilikuidasi, Oka tengah sakit.
Pengalihan saham kepada Kosgoro itu kabarnya bahkan dilakukan lewat saluran
telepon internasional. Kala itu Oka terbaring di sebuah rumah sakit di Amerika
Serikat.
Beberapa proyek, seperti penambangan emas di Sukabumi juga
dikabarkan sekarat. Nasib serupa juga menimpa sektor properti. Kongsi Oka
dengan mantan direktur Astra dan petinggi bank saat itu di tahun 1990 tak
berjalan sukses. Akibatnya, utang proyek-proyek perusahaan property bernama Graha Prima sudah mencapai ratusan miliar tak
tertanggungkan.
Pada 1993, Oka pun
menjual 80% kepemilikan saham atas Wisma Kosgoro di Jalan Thamrin
Jakarta kepada empat yayasan yang dipimpin pengusaha Bob Hasan. Sampai saat
itu, Oka tercatat sebagai bendahara Kosgoro. Dengan masuknya Kosgoro, bisnis
Masagung pun menyusut.
Sumber : Kontan, 05.01.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar