KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Bongkar
Muat Indonesia (APBMI) mengeluhkan Permen Kemenhub No.152/2016 tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal. APBMI
menilai beleid ini merugikan perusahaan bongkar muat karena berpotensi
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.
"Permen Kemenhub No.152 membuat anggota APBMI tergusur
dari usahanya," ujar Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat
Indonesia (APBMI) H.M. Fuadi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi
V DPR, Rabu (29/1).
Fuadi mengatakan, perusahaan bongkar muat tidak mendapatkan
kesempatan untuk melakukan ekspansi lebih luas dalam aktivitas bongkar muat.
APBMI juga menyebut adanya dugaan praktik monopoli di
pelabuhan sehingga berisiko mematikan usaha perusahaan bongkar muat.
Fuadi menjelaskan, dampak Permen Kemenhub menteri tersebut
yang perusahaan bongkar muat skala kecil tidak dapat bersaing, apalagi dengan
anak usaha PT Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, Pelindo IV yang juga bermasin
di bisnis tersebut.
Sebab, anak usaha Pelindo tidak perlu membayar fasilitas
yang digunakan saat aktivitas bongkar muat, sedangkan perusahaan bongkar muat
(PBM) harus membayar tarif tertentu.
"PBM memang memiliki fasilitas, tetapi dermaga dan
jalur lautnya dikuasai oleh badan usaha pelabuhan seperti Pelindo,"
katanya.
Kata Fuadi, berdasarkan UU No.17/2008 tentang
Pelayaran, aktivitas bongkar muat dilaksanakan oleh PBM dan angkutan perairan.
Namun, setelah Permen Kemenhub No.152/2016 terbit,
aktivitas bongkar muat dapat dilaksanakan oleh PBM, angkutan perairan dan Badan
Usaha Pelabuhan (BUP) dalam hal ini termasuk Pelindo.
Menurutnya, keberadaan BUP sebagai pelaku bongkar muat yang
diatur oleh aturan setingkat Permen dianggap bertentangan dengan UU yang ada.
Fuadi menambahkan, ada tiga ketentuan yang berisiko
menimbulkan praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Pertama, tarif yang
harus berbagi dengan Pelindo.
Kedua, kapal diwajibkan menggunakan fasilitas crane dari
Pelindo di beberapa pelabuhan.
Ketiga, kapal yang menunggu giliran biayanya lebih mahal
karena membutuhkan berhari-hari, tetapi ketika memakai pelayanan anak usaha
Pelindo, hanya dua hingga tiga hari.
Menaggapi keluhan tersebut, Komisi V DPR akan tindak
lanjuti dengan memanggil instansi-instansi terkait termasuk Kementerian
Perhubungan.
"Setelah rapat dengar pendapat umum ini, kami akan
undang Kemenhub sesuai dengan kapasitas kami," kata Ketua Komisi V
DPR Lasarus.
Sementara Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik
Kementerian Perhubungan Hengki Angkasawan mengatakan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut sedang melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap
kegiatan bongkar muat yang dilakukan PBM dan BUP.
"Pada Prinsipnya Direktorat Jenderal Hubungan Laut
mengedepankan prinsip keseimbangan, kesetaraan dan berdampingan dalam
pelaksaanaan kegiatan usaha bongkar muat di pelabuhan," imbuhnya.
Sumber : Kontan, 29.01.2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar