Bisnis.com, JAKARTA — World Bank menyatakan pertumbuhan ekonomi global kemungkinan
akan meningkat perlahan untuk tahun ini dan berikutnya, meskipun ketegangan
dagang sudah mulai berkurang.
Laporan Global Economic Prospects yang dirilis Rabu (8/1/2020), menyebutkan bahwa
ekspansi global akan meningkat hingga 2,5
persen untuk 2020 dari laju pertumbuhan
2,4 persen pada 2019, sebagian besar berkat stabilnya kondisi di beberapa
negara berkembang.
Institusi global itu turut
memperingatkan bahwa kondisi ekonomi dunia tetap rapuh, sehingga membuat mereka
memangkas perkiraan pertumbuhan untuk 2019, 2020, dan 2021 serta menurunkan
estimasi pertumbuhan di zona euro dan China untuk tahun ini.
Pertumbuhan AS diperkirakan akan
melambat menjadi 1,8 persen pada tahun ini, yang mencerminkan dampak negatif
dari kenaikan tarif sebelumnya dan meningkatnya ketidakpastian. Adapun
pertumbuhan di zona Euro diprediksi tergelincir ke posisi 1 persen, direvisi ke
bawah pada 2020, di tengah aktivitas industri yang lemah.
“Dengan pertumbuhan di
negara-negara berkembang yang cenderung tetap lambat, para pembuat kebijakan
harus mengambil kesempatan untuk melakukan reformasi struktural guna mendorong
pertumbuhan berbasis luas, yang penting untuk pengurangan kemiskinan,” kata Wakil Presiden World Bank
Group Ceyla Pazarbasioglu
dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Kamis (9/1).
Pertumbuhan ekonomi di kelompok
negara-negara maju diperkirakan turun menjadi 1,4 persen pada 2020, sebagian
karena berlanjutnya pelemahan di bidang manufaktur.
Sementara itu, pertumbuhan di
pasar negara berkembang diperkirakan akan naik menjadi 4,1 persen pada 2020.
Namun, sekitar sepertiga dari pasar dan ekonomi berkembang diproyeksi melambat
tahun ini karena ekspor dan investasi lebih lemah dari perkiraan.
Secara regional, pertumbuhan di
Asia Timur dan Pasifik diprediksi melemah menjadi 5,7 persen pada 2020,
mencerminkan perlambatan moderat di China menjadi 5,9 persen pada tahun ini di
tengah berlanjutnya hambatan domestik dan eksternal, termasuk dampak dari
ketegangan perdagangan.
Adapun pertumbuhan regional yang
tidak termasuk China, diperkirakan sedikit pulih ke 4,9 persen. Hal ini dipicu
oleh permintaan domestik yang diuntungkan oleh kondisi keuangan yang umumnya
mendukung di tengah inflasi rendah, aliran modal yang kuat, serta terus
berjalannya proyek infrastruktur publik.
Pertumbuhan regional juga akan
mendapat manfaat dari berkurangnya ketidakpastian kebijakan perdagangan global
dan pemulihan perdagangan global yang moderat, meskipun masih lemah.
Khusus
untuk Indonesia, World Bank memperkirakan pertumbuhan ekonominya menguat
menjadi 5,1 persen pada 2020 serta 5,2 persen untuk 2021 dan 2022, dari hanya 5
persen pada 2019.
Para ekonom World Bank
menyampaikan proyeksi ini bisa berubah menjadi lebih kuat jika kebijakan yang
diambil baru-baru ini, terutama yang mengurangi ketegangan perdagangan, mampu
meredakan ketidakpastian kebijakan lebih lanjut.
"Namun, risiko penurunan
tetap mendominasi, termasuk kemungkinan eskalasi ketegangan perdagangan global,
penurunan tajam di ekonomi utama, dan gangguan keuangan di pasar dan ekonomi
berkembang," tulis World Bank.
Perdagangan global diproyeksikan
akan pulih setelah mengalami tahun yang berat pada 2019. Pertumbuhan volume
perdagangan diperkirakan naik dari posisi 1,4 persen, yang terendah pascakrisis
finansial global, pada tahun lalu menjadi 1,9 persen pada 2020 dan 2,5 persen
pada 2021.
Tetapi, World Bank tetap
memperingatkan ketegangan perdagangan dapat meningkat kembali.
Dalam pertemuan besar terakhir
yang berlangsung pada Oktober 2019, para menteri keuangan dunia dan gubernur
bank sentral telah berjanji untuk menggunakan semua alat, termasuk kebijakan
fiskal, untuk mendukung permintaan di tengah prospek yang tidak pasti dan risiko
yang meningkat.
Pada saat itu, IMF telah
memangkas estimasi pertumbuhan global 2020 menjadi 3,4 persen, dari proyeksi
3,5 persen yang disampaikan pada Juli 2019.
Sumber : Bisnis, 09.01.2020 / Foto : Gavi.org.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar