24 Juni 2018

[240618.ID.BIZ] Ini Rekomendasi SCI Soal Lalu Lintas Logistik Selama Libur Lebaran


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Supply Chain Indonesia (SCI) mengapresiasi penyelenggaraan transportasi dalam masa Idul Fitri tahun 2018 yang secara umum lebih baik dari beberapa tahun sebelumnya. Kelancaran transportasi terjadi terutama karena hasil pembangunan infrastruktur, terutama Tol Trans Jawa, dan koordinasi antar kementerian dan instansi pemerintah yang baik.

Namun, kelancaran tersebut juga diperoleh dengan pembatasan operasional armada barang melalui beberapa peraturan. Pertama, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. PM 34 Tahun 2018 tentang Pengaturan Lalu Lintas pada Masa Angkutan Lebaran Tahun 2018 yang membatasi operasional mobil barang dengan Jumlah Berat yang Diizinkan (JBI) lebih dari 14.000 kg, mobil barang dengan sumbu 3 atau lebih, dan mobil barang dengan kereta tempelan atau kereta gandengan.

"Peraturan itu juga membatasi mobil barang untuk pengangkutan bahan galian, bahan tambang, dan bahan bangunan yang meliputi besi, semen, dan kayu. Pembatasan operasional mobil barang tersebut berlaku di beberapa ruas jalan tol dan ruas jalan nasional utama di Pulau Jawa pada 12-14 Juni dan 22-24 Juni 2018," ujae Setijadi, Chairman SCI dalam siaran pers, Minggu (24/6).

Kedua, surat Menteri Perhubungan No.AJ.201/1/24 PHB 2018 tanggal 5 Juni 2018 perihal Antisipasi Peningkatan Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan Tol tanggal 8-9 Juni 2018.
Ketiga, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mengeluarkan surat No. AJ.201/2/15/DRJD/2018 tanggal 15 Juni 2018 perihal Antisipasi Peningkatan Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan Tol tanggal 19-20 Juni 2018.

Kedua surat itu dikeluarkan berkaitan dengan pergeseran prediksi puncak arus mudik dan balik. Mobil angkutan barang dihimbau untuk tidak melintasi ruas jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Tol Jakarta-Merak pada waktu tersebut dan dapat melintasi ruas jalan arteri nasional.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jabar pada 28 Mei 2018 juga mengeluarkan surat No. 551.6/959/Perkeretaapian perihal Penghentian Pengoperasian Kendaraan Angkutan Barang pada saat Libur Panjang Hari Raya Idul Fitri Tahun 2018/1439H. Dihimbau penghentian pengoperasian angkutan barang dari 8-23 Juni 2018.

"Beberapa peraturan pembatasan operasional armada itu dikeluarkan kurang dari 2 bulan sebelum masa pemberlakuan. Namun, surat antisipasi arus mudik dan balik masing-masing diterbitkan sangat mendadak, yaitu 3 dan 4 hari sebelumnya," lanjutnya.

Peraturan yang relatif mendadak ini berdampak tidak hanya bagi perusahaan transportasi yang sudah mengatur jadwal, namun juga perusahaan manufaktur, distributor, maupun pengecer. Industri manufaktur, misalnya, sudah menentukan tingkat persediaan (stok) dengan rencana pengiriman atau transportasi bahan baku mengacu peraturan awal. Penundaan penerimaan bahan baku dapat mengganggu proses produksinya.

Selain itu, pengiriman produk jadi juga tertunda, sehingga persediaan produk akan menumpuk dan membutuhkan tambahan gudang yang berarti ada penambahan biaya. Perusahaan transportasi juga menanggung kerugian karena jangka waktu pembatasan operasional armada selama dua minggu tersebut. Perusahaan tidak memperoleh pendapatan selama waktu tersebut, sementara ada biaya-biaya tetap yang harus dikeluarkan, termasuk biaya cicilan armada.

Peraturan atau surat edaran yang bersifat imbauan bisa menimbulkan perbedaan pendapat di lapangan, baik antara perusahaan transportasi dengan petugas, maupun antar petugas sendiri. Peraturan tambahan dari Dishub Jabar juga berpotensi mengganggu kegiatan pengiriman domestik maupun ekspor dan impor nasional, karena sebagian besar volume ekspor dan impor dari Pelabuhan Tanjung Priok adalah untuk industri di wilayah Jawa Barat.

"Berdasarkan data Supply Chain Indonesia (SCI), sekitar 79% volume ekspor dan 84% volume impor dari Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2016 dari Jawa Barat," lanjutnya.

Oleh karena itu, SCI merekomendasikan perbaikan berkaitan dengan kebijakan dan peraturan penyelenggaraan transportasi barang untuk masa berikutnya. Pertama, peraturan pembatasan operasional armada barang ditetapkan jauh hari sebelumnya, yaitu pada awal tahun atau akhir tahun sebelumnya.

Sebelumnya, pemerintah harus menetapkan kalender nasional sebagai acuan penetapan waktu-waktu pembatasan operasional, baik untuk masa Idul Fitri, maupun hari libur keagamaan atau nasional lainnya.

Kedua, ketegasan sifat peraturan, apakah imbauan atau larangan. Ketidakpastian ini berpotensi membuka peluang penyimpangan di lapangan. Ketiga, sinkronisasi peraturan antara Kemhub dan Dishub, serta penyelenggara jalan tol.

Sumber : Kontan, 24.06.18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar