30 November 2011

[301111.EN.SEA] Global Containership Deliveries To Reach 1.28 Million TEU By 2012


GLOBAL deliveries of new containerships have surpassed one million TEU since the beginning of 2011 with 154 vessels delivered and 280,000 TEU more to come by the end of the year, says Alphaliner.

""Non-deliveries" due to cancellations, deferrals and slippage have fallen to 8.5 per cent, only twice their long-term historical levels, as the bulk of the delivery deferrals was negotiated in 2009 and 2010," the Paris-based maritime consultancy said in its weekly newspaper.

"2009 and 2010 were exceptional years as the financial crisis led owners and carriers to defer the deliveries of a significant part of the order book, as well as to cancel part of their orders. Such crisis-driven initiatives were not to be repeated in 2011. Cancellations have actually been marginal this year with no impact on deliveries scheduled for 2011," said the report.

Scrapping and conversions of older box ships since January 2011 have reached 65,000 TEU, with a further 15,000 TEU expected to leave the cellular fleet during the last three months of this year. As a result, the annual net growth rate of the containership fleet in 2011 is expected to reach 8.4 per cent, it said.

So far this year, 37 ships of more than 10,000 TEU have been delivered, accounting for 47 per cent of the total capacity delivered, and all of these vessels have joined the Asia-Europe trades, with this route absorbing 64 per cent of this year's new capacity at 640,000 TEU, including smaller ships of 6,500 to 10,000 TEU.

The Asia-Europe trade lane now offers a total capacity of 236,000 TEU, or year-to-date growth of seven per cent. Larger ships have pushed out smaller ones, aggregating 400,000 TEU, a situation that is combined with depressed freight rates.

It noted that the Latin America trades have absorbed 169,000 TEU, or 17 per cent, of the vessel capacity delivered this year. Altogether, the trade has absorbed 250,000 TEU of additional capacity this year, including both new ships and vessels cascaded from other trades, mainly from the Asia-Europe and transpacific routes.

The Middle East trade has absorbed 50,000 TEU while intra-Asia routes account for 29,000 TEU.

Deliveries are expected to hit 1.4 million TEU and 1.8 million TEU, respectively, in 2012 and 2013, most capacity coming from ships larger than 7,500 TEU, the report said.

Source : HKSG.

[301111.ID.BIZ] Produksi Mobil RI Naik 20%

JAKARTA: Produksi mobil pada Januari–Oktober 2011 melonjak 20,33% dibandingkan dengan produksi pada periode yang sama 2010 dari 576.647 unit menjadi 693.910 unit.

Lonjakan tersebut tak lepas dari permintaan mobil di pasar dalam negeri yang terus bertumbuh terutama untuk kendaraan penumpang dan komersial serta sebagai antisipasi dampak banjir Thailand yang dapat menurunkan stok mobil di dalam negeri.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat produksi kendaraan komersial seperti pikap dan truk pada 10 bulan pertama 2011 bahkan telah melampaui produksi sepanjang 2010.

Jika pada 2010 total produksi pikap dan truk mencapai 201.878 unit, pada Januari – Oktober 2011 telah menembus 218.393 unit, atau 8,18% lebih besar.

Adapun, rerata produksi bulanan untuk pikap dan truk pada tahun ini lebih baik dibandingkan dengan rerata produksi pada 2010 dari 16.823 unit menjadi 21.839 unit. Karena itu, produksi pikap dan truk hingga akhir 2011 diyakini bisa tembus rekor baru dengan proyeksi pencapaian 270.000 – 280.000 unit.

Pada segmen kendaraan penumpang dengan sistem kendali roda (wheel drive) 4x2, baik di kelas MPV maupun SUV terjadi peningkatan produksi 14,18% dari 390.461 unit menjadi 445.819 unit pada periode tersebut. Sebagian besar produksi terutama dialokasikan untuk kendaraan bermesin 1.500 – 2.500 cc.

Untuk kategori mobil dengan kendali roda 4x4, bermesin 1.500 – 3.000 cc, produksi pada periode tersebut bahkan telah melampaui realisasi pada tahun lalu dari 15.191 unit menjadi 22.948 unit. Produksi pada kategori ini juga berpotensi menembus rekor baru.

Chief External Affairs PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Irwan Priyantoko mengatakan peningkatan konsumsi mobil pada tahun ini ikut mendorong Toyota meningkatkan produksi mobil terutama Toyota Innova dan Fortuner.

Hingga Oktober tahun ini, ungkapnya, produksi mobil Toyota mencapai 98.000 unit dengan rerata 9.800 unit per bulan. Sepanjang tahun lalu, TMMIN mengantongi produksi 107.000 unit atau rerata 8.917 unit per bulan. Artinya terjadi peningkatan produksi bulanan 9,9%. 

“Kami masih berharap produksi Toyota hingga akhir tahun masih berlangsung normal. Dampak banjir Thailand yang tak segera ditanggulangi bisa saja menghambat produksi TMMIN karena beberapa komponen pendukung masih diimpor dari negara itu,” katanya kepada Bisnis hari ini. (Bsi)

Sumber : Bisnis Indonesia, 24.11.11.

29 November 2011

[291111.EN.AIR] Study: India-Mideast Aviation Must Overcome Serious Inadequacies

OAG, the global leader in aviation intelligence and a UBM Aviation brand, warns that the Indian and Middle Eastern aviation markets will face immense challenges in the years ahead despite achieving annual growth of nine to 10 per cent.

The study also showed that with consistently growing demand for air travel, a surge in aircraft orders, steadily increasing inbound tourism, spectacular airport development plans and the enthusiasm of investors for the sector, both markets together will account for 11 per cent of the world's total aircraft deliveries over the next decade.

In the Middle East, airlines, airports, and air traffic control will need to successfully serve more than four times the 120 million passengers served this year - yet even the existing aviation systems do not fulfil current demand. In many Middle East countries, aviation quality and efficiency are well below international markets such as Europe and Asia. Heavy regulation also has resulted in limited service in terms of route frequency and destinations, as well as high consumer prices.

"In the Middle East, markets such as Dubai have set the stage for reforming aviation systems and the region has demonstrated its ability to develop world-class aviation players, such as Qatar Airways and Etihad.

But the region's slow rate of liberalisation and the uncoordinated regional competition for passengers are barriers to continued reforms," said Mario Hardy, vice president Asia Pacific, UBM Aviation.

In India, the government's open-sky policy has attracted many foreign aviation leaders to enter the market, spurring rapid industry expansion boosted by the growing population and an the increased demand for international travel and trade, as well as an increasing VFR (Visiting Friends and Relatives) market.

But airlines must also contend with insufficient infrastructure and challenging political bureaucracy. It is estimated that in the next decade the Indian market will absorb 316 commercial jets and need three times the number of airports that it has today, while at the same time the country doesn't have enough skilled labour to maintain or to fly the aircraft. Additionally, intense foreign competition prevents domestic carriers from international expansion, deeply affecting balance sheets.

"India is among the world's most promising aviation market, and the region has already taken steps to address some issues through the recent privatisation of airports. Skilled aviation personnel in developed nations with stuttering economies may want to look east for opportunities, but the region is not without risk - there is significant progress yet to be made in airport modernisation, aircraft maintenance, pilot training and air cargo services. It remains to be seen whether the Indian aviation industry can handle the region's relentless growth, with its Middle Eastern, oil-rich neighbours all too keen to take on more capacity with new fleets of super-jumbos based in the Gulf and hundreds more on order," said Mr Hardy.

The OAG market analysis of India and the Middle East concludes that in order to cut costs, boost efficiencies and spur competition, mergers of the more than 30 competing airlines in the Middle East and India will be necessary. However, mergers of the Middle East carriers are unlikely in the short term because most are government-owned, and therefore more likely to form alliances due to the geographical proximity of many of the carriers.

Source : HKSG.

[291111.ID.BIZ] Raksasa-raksasa Batu Bara Terpengaruh Kolapsnya Jembatan Kukar

JAKARTA: Raksasa-raksasa batu bara baik dalam maupun luar negeri, termasuk BUMN, dipastikan terkena dampak kolapsnya Jembatan Kutai Kertanegara (Kukar) yang menghambat jalur pengangkutan batu bara.

Riset terbaru CLSA yang diperoleh Bisnis hari ini menyebutkan dampak itu diakibatkan oleh berhentinya proses pengangkutan batu bara, baik yang melalui darat dengan truk maupun sungai dengan kapal tunda/ penarik (tugboat).

"Sejak Minggu 27 November, pemerintah daerah setempat telah memerintahkan penghentian seluruh pengangkutan batu bara yang melalui kapal," tulis Jayden, analis CSLA dalam riset tersebut.

Raksasa batu bara yang terkena dampak penghentian pengangkutan itu a.l. PT Harum Energy Tbk yang dimiliki Kiki Barki. Bagi Harum, dampak ini dirasakan oleh seluruh operasi tambangnya.

Dampak menyeluruh itu juga dialami PT Resources Alam Indonesia Tbk, raksasa batu bara asal Pontianak yang dikendalikan oleh keluarga Adijanto. Dalam dua tahun terakhir, Resource Alam adalah salah emiten batu bara di bursa dengan kinerja saham terbaik.

Dampak hampir menyeluruh, atau sekitar 83%, dirasakan oleh Sakari Resources Ltd, produsen batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Australia. Tambang Sakari yang terkena adalah tambang Jembayan.

Kemudian PT Trubaindo Coal dan PT Bharinto Ekatama milik Banpu Plc melalui PT Indo Tambangraya Megah Tbk. Produksi kedua batu bara perusahaan itu setara 28% dari total produksi Indo Tambangraya.

Raksasa lainnya adalah tambang PT Santan Batubara yang dikendalikan PT Indika Energy Tbk milik keluarga Sudwikadmono. Produksi tambang Santan Batubara setara dengan 6% dari total produks Indika.

Lalu emiten pelat merah PT Perusahaan Tambang Bukit Asam (Persero) Tbk. Dampak keruntuhan jembatan yang dibangun oleh PT Hutama Karya (Persero) dan mulai beroperasi pada 2001 dirasakan oleh PT International Prima Coal.

Produksi batu bara International Prima Coal, yang baru diakuisisi Bukit Asam paruh Agustus lalu senilai US$17,85 juta, setara dengan 8% dari total produksi batu bara Bukit Asam.

Dampak akibat penghentian pengangkutan batu bara itu dialami raksasa batu bara dalam negeri lainnya, PT Bayan Resources Tbk milik Datuk Low Tuck Kwong. Bayan sendiri terafiliasi dengan salah satu emiten di Bursa Efek Australia, Kangaroo Resources Ltd

Belum jelas
Menurut Jayden, saat ini masih belum jelas kapan jalur transportasi baik melalui darat maupun sungai itu akan dibuka, karena pencarian korban juga masih berlangsung.

"Mungkin tidak ada dampak segera terhadap produksi tambang, karena stok yang tersedia biasanya masih sampai 3 pekan. Kini para produsen batu bara itu masih menghitung dampak yang mereka rasakan."

Sementara itu, manajemen Sakari Resources menyatakan perseroan belum sampai pada kesimpulan pasti bagaimana dampak pengangkutan yang diterima oleh Tambang Jembayan.

"Yang pasti, produksi masih berjalan normal. OPerasi tambang lain kami, yakni Sebuku, juga masih berjalan normal," kata manajemen dalam keterangan tertulisnya ke Bursa Efek Australia.

Senada dengan Sakari, Sekretaris Perusahaan Bayan Resources Jenny Quantero mengatakan perseroan masih menunggu selesainya proses evakuasi korban yang dilakukan oleh pemerintah.

Namun, dia mengatakan insiden tersebut dapat memengaruhi kinerja perseroan apabila jalur sungai Mahakam tidak kunjung dibuka, karena sungai itu merupakan jalur distirbusi batu bara.

Jembatan Kukar yang menghubungkan Tenggarong dan Samarinda runtuh pada Sabtu sore, 26 November 2011.


Sungai Mahakam yang dilintasi jembatan itu masih ditutup, termasuk sejumlah seksi di Sungai Mahakan, pencarian dan evakuasi korban.

Sungai tersebut adalah jalur distribusi batu bara yang sibuk di Kalimantan Timur  karena terdapat beberapa tambang milik para pemain besar batu bara.

Sungai itu juga menjadi mata pencaharian warga, baik dengan modus perikanan maupun penambangan pasir skala kecil. (Bsi)

Sumber : Bisnis Indonesia, 28.11.11.