05 Maret 2020

[050320.ID.BIZ] Harga Batubara Belum Stabil, Efek Corona Masih Timbulkan Ketidakpastian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) Maret 2020 naik tipis dibanding bulan sebelumnya. HBA Maret tercatat sebesar US$ 67,08 per ton atau naik tipis 0,28% dibandingkan HBA Februari yang berada di angka US$ 66,89 per ton.

Secara bulanan, HBA berturut-turut mencatatkan kenaikan. Pada Februari, HBA juga naik 1,45% dibanding bulan sebelumnya, menjadi sebesar US$ 66,89 per ton.

Kendati begitu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai bahwa kondisi tersebut tidak mencerminkan penguatan harga batubara di pasar global. Menurutnya, indikator pada tren HBA kuartal awal ini masih diliputi ketidakpastian, yang diproyeksikan masih akan bertahan untuk bulan-bulan berikutnya.

"Masih terlalu dini untuk menyebut adanya tanda positif penguatan harga. Ke depannya bisa saja ada faktor-faktor eksternal lainnya yang dapat mempengaruhi pergerakan harga," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Kamis (5/3).

Di tengah kondisi saat ini, Hendra menyatakan bahwa HBA sulit untuk dijadikan indikator referensi pergerakan harga di pasar. "Mengingat HBA pada dasarnya adalah rata-rata empat indeks dari bulan sebelumnya. Misalnya HBA Maret menggunakan rata-rata empat indeks di Februari," terangnya.

Hendra bilang, pada bulan Februari lalu permintaan batubara dari China cukup tinggi antara lain karena libur Imlek dan belum stabilnya pasokan batubara domestik. Hal itu terjadi lantaran industri tambang yang belum beroperasi penuh. "Sementara demand dari negara-negara lain belum kelihatan ada peningkatan sejauh ini," sambung Hendra.

Lebih lanjut, Hendra menyebut bahwa efek dari wabah corona belum dapat tergambar secara pasti. Ia mengatakan industri di China belum beroperasi secara optimal, dan perusahaan batubara di sana juga belum sepenuhnya beroperasi. "Kita lihat di bulan Maret seperti apa. Tapi efek virus corona belum sepenuhnya bisa di asses," ungkapnya.

Hendra memprediksi, pengaruh corona untuk batubara bisa tergambar dalam beberapa pekan ke depan setelah pengurangan energi dari China sudah terpetakan dengan perimbangan pasokan energi . Peluang bagi Indonesia, kata Hendra, bisa terjadi saat pasokan batubara domestik China terkendala, sehingga meningkatkan kebutuhan impor batubara.
"Tentu demand energi Tiongkok akan berkurang tapi sejauh mana kelancaran pasokan domestik mereka juga belum bisa di asses. Mungkin dalam beberapa pekan ke depan. Kalau pasokan domestik terkendala hal ini berpeluang mendorong impor," terang Hendra.

Dihubungi terpisah, Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan bahwa efek dari Corona jelas mengakibatkan produksi batubara China terganggu. Kendati begitu, tidak secara otomatis membuat impor batubara China meningkat tajam.

Sebab, kondisi ekonomi dan industri China yang juga terganggu akan menurunkan pasokan batubara terhadap PLTU. "Dengan kondisi ini, dapat diproyeksikan kebutuhan impor dari Indonesia meningkat, namun harus diletakkan juga seberapa besar industri mereka terganggu. Bahkan kondisi riil yang ada, justru Cina tidak agresif dalam meningkatkan impor batubara," terang Singgih.

Ia menilai, kebutuhan batubara yang belum meningkat tajam mengindikasikan upaya China untuk menjaga keseimbangan antara gangguan produksi, kapasitas stockpile atau persediaan batubara serta kondisi industri terkait kebutuhan energi.

Singgih bilang, hal yang sama juga akan dilakukan oleh negara lain untuk mengantisipasi dampak Corona ini. "Bukan lantas meningkatkan impor berlebih, namun mereka akan membaca juga produksi dalam negeri, pertumbuhan industri dan proyeksi global ekonomi. Mereka harus menjaga berbagai parameter itu agar harga tidak secara ekstrim naik," terangnya.

Dengan begitu, harga yang tercermin dalam HBA belum menunjukkan tingkat kestabilan harga. "Nanti bisa jadi turun lagi, kalau naik, tidak terlalu tinggi," tandasnya.

Sumber : Kontan, 05.03.2020.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar