12 Mei 2019

[120519.ID.BIZ] Pelabuhan KCN Marunda, Proyek Percontohan Yang Terkatung-katung


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik antara pemegang saham PT Karya Citra Nusantara (KCN), yaitu PT KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) yang berlarut-larut membuat pembangunan pelabuhan KCN ini terkatung-katung hingga saat ini. Hingga saat ini, hampir sembilan tahun sejak masalah muncul, belum juga ada titik terang.

Direktur Utama PT KCN, Widodo Setiadi mengatakan konsep dasar Pelabuhan KCN Marunda memang dibuat untuk mendukung poros maritim, yaitu menunjang pelabuhan utama Tanjung Priok yang diperuntukkan untuk aktivitas bongkar muat kontainer. Sejak keberadaan pelabuhan KCN, kapal-kapal pengangkut muatan curah seperti batubara, komoditas cair, hingga pasir beralih melempar jangkar ke Pelabuhan KCN. Itu membuat beban Tanjung Priok berkurang, sehingga bisa fokus menangani kapal kontainer.


“Padahal, kami baru beroperasi dengan menggunakan satu dermaga, dari tiga dermaga yang direncanakan. Itu pun baru beroperasi sepanjang 800 meter dari total dermaga I yang memiliki panjang 1.950 meter. Bayangkan jika dermaga I ini sepenuhnya bisa beroperasi, ditambah dengan dermaga II dan dermaga III. Kami memprediksi, dwelling time di Tanjung Priok akan lebih menurun lagi,” kata Widodo dalam keterangan pers, Minggu (12/5).

Sedangkan mengenai pengelolaan dan pemasaran, Widodo mengatakan kuncinya adalah pengalaman serta kemampuan dalam pelayanan. “Usaha di sektor pelabuhan ini tidak mudah, banyak aspek yang perlu dipelajari. Karena itu kami sangat percaya diri karena telah memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun bergelut di sektor kepelabuhanan,” terang Widodo.

Pernah pada 2013, selama sekitar empat bulan, akses masuk ke pelabuhan KCN diblokade secara sepihak oleh PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Blokade ini adalah buntut dari tidak dipenuhinya keinginan KCN untuk mengubah komposisi saham di KCN. Tak ingin kliennya terkatung-katung, KCN langsung berinisiatif memindahkan layanan dengan menyewa pelabuhan lain yang berdekatan. Meski untuk itu, KCN harus merogoh kocek lebih dari Rp 10 miliar.

“Mereka yang menggunakan jasa kami adalah untuk keperluan bisnis. Jadi bisa dibayangkan jika komoditi mereka tidak bisa keluar dari pelabuhan karena aksesnya ditutup, berapa kerugian mereka. Buat kami, tak apalah kami harus menanggung biaya untuk memindahkan layanan ke pelabuhan lain, yang penting kepercayaan klien kepada kami harus kami jaga,” terang Widodo.

Percontohan non APBN/APBD

Bukan kali ini saja pelabuhan KCN menjadi percontohan. Bahkan sejak awal pembangunannya, pelabuhan KCN sudah menjadi proyek percontohan skala nasional oleh Kementerian Perhubungan, sebagai pilot project atas proyek non APBN/APBD terintegrasi. Karena itulah pelabuhan KCN masuk sebagai salah satu proyek strategis nasional. Hingga saat ini, investasi yang dikeluarkan untuk pelabuhan KCN telah lebih dari Rp 3 triliun.

Karena statusnya sebagai proyek percontohan itulah, pada 2017, Kementerian Perhubungan pernah merekomendasikan Presiden Joko Widodo untuk hadir di pelabuhan KCN untuk menandatangani prasasti peresmian dermaga I pelabuhan KCN, sekaligus groundbreaking pembangunan dermaga II dan dermaga III.

“Namun, beberapa waktu sebelum kedatangan presiden, KBN bersurat kepada Menteri BUMN meminta agar rencana tersebut ditinjau ulang. Dalam surat tersebut, pihak KBN menyampaikan informasi yang tidak sesuai fakta. Akibatnya, rencana kedatangan presiden pun batal,” ujar Juniver Girsang, kuasa hukum KCN dalam keterangan persnya.

Konflik antara pemegang saham KCN, yaitu PT KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) yang berlarut-larut membuat pembangunan pelabuhan KCN ini terkatung-katung hingga saat ini. Pembangunan pelabuhan Marunda bermula saat KTU memenangkan tender pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004. Setahun kemudian, KTU dan KBN bersepakat membentuk usaha patungan bernama KCN dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15% dan KTU 85 %.

Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012 usai Posisi Direktur Utama beralih ke Sattar Taba. KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50, namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.

Kejadian setelahnya, KBN malah tetap menganggap memiliki saham 50% di KCN. Tak hanya itu, KBN juga mengirimkan surat penghentian pembangunan pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi.

Sumber : Kontan, 12.05.19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar