30 Mei 2017

[300517.ID.BIZ] Dosen-dosen UNS Yakin IRI Bisa Perbaiki Manajemen BUMN

Surakarta - Para dosen dan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, yang menghadiri focus group discussion (FGD) tentang Indonesia Raya Incorporated (IRI) memiliki keingintahuan yang sangat tinggi terhadap sistem pengelolaan sumber daya yang digagas Gerakan Ekayastra Unmada Semangat Satu Bangsa itu.

Hal itu terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mereka seusai pemaparan tentang IRI yang disampaikan Ketua Pelaksana Ekayastra Unmada AM Putut Prabantoro. FGD bertema "IRI: Poros Ekonomi Indonesia Tengah (PEIT) untuk Kemakmuran Seluruh Rakyat Indonesia" itu diadakan hasil kerja sama Ekayastra dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS.

Acara digelar di gedung LPPM, Kampus UNS Kentingan, Surakarta, Senin (29/5). Selain putut, hadir juga sebagai pembicara Guru Besar Fakultas Pertanian UNS Prof DR Ir Darsono MSi, Ketua LPPM UNS Prof Dr Sulistio Saputro MSi BSD, dan moderator DR Y Sri Susilo MSi (Universitas Atma Jaya Yogyakarta).

Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Munawir Yusuf mengaku merasa optimistis dengan masa depan Indonesia setelah mendengar paparan tentang IRI itu. Dia berharap, IRI bisa segera diimplementasikan agar bisa mewujudkan kemakmuran Indonesia.

"Setelah mendengar penjelasan ini, saya melihat, kalau IRI dijalankan maka 20 tahun ke depan Indonesia akan berubah. Indonesia akan sesuai dengan keinginan para pendiri bangsa ini, di mana kemakmuran seluruh rakyat Indonesia segera terwujud," ujarnya.

Untuk itu, dia berharap pemerintah bisa menerima ide yang baik itu. Namun, dia mengingatkan, para konseptor IRI perlu melibatkan lebih banyak lagi banyak kalangan masyarakat untuk memperdalam konsep ini selain agar IRI juga bisa semakin banyak dipahami dan diterima publik.

"Namun, sebagai orang yang bergelut di dunia pendidikan, saya bertanya, apa yang bisa dilakukan IRI untuk memperbaiki dunia pendidikan kita," katanya.

Menanggapi itu, Putut Prabantoro menjelaskan, IRI yang secara sederhana merupakan perkawinan antara BUMN dan BUMD-BUMD di daerah justru membuat dunia pendidikan semakin fokus dalam mencetak tenaga-tenaga ahli di masa mendatang.

"Misalnya, BUMN bidang pertambangan butuh tenaga pengebor, pakar geologi, dan sebagainya untuk 10-20 tahun ke depan, maka kampus di daerah yang memiliki saham IRI di BUMN itu bisa diminta untuk menyediakan ahliahli di bidang yang diinginkan itu. Jadi, pendidikannya lebih fokus," ujarnya.

Sementara, Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS, Desiderus Priyo Sudibyo menyoroti tentang kinerja BUMN selama ini. Menurutnya, banyak BUMN Indonesia yang tidak profit karena manajemen yang tidak baik. "Praktik korupsi juga kerap kita temukan di BUMN. Malahan, BUMN kerap menjadi ATM bagi pihak-pihak tertentu. Apakah IRI bisa menjamin bahwa manajemen BUMN akan lebih baik?" tanyanya.

Pertanyaan senada disampaikan rekan Priyo yang juga pengajar Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS, Sudarmo. Dia juga mempertanyakan, apakah IRI bisa menjamin praktik korupsi bisa dihilangkan di BUMN-BUMN. "Sekarang ini saja sudah ada KPK dan BPK, tetapi praktik korupsi di BUMN masih sering kita temukan. Dalam bayangan saya, seharusnya IRI ini bisa membuat manajemen pengelolaan BUMN bisa terintegrasi dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme," tuturnya.

Menanggapi dua pertanyaan itu, Putut mengibaratkan BUMN sebagai sebuah lokomotif yang membawa gerbong penumpang. Gerbong itu sudah sangat penuh sesak, bahkan penumpang naik di atas gerbong dan lokomotif.

"Penumpangnya ada yang hanya bayar tiket separuh bahkan tidak membayar tiket sama sekali. Bila semakin lama lokomotif dan gerbongnya penuh dengan penumpang yang seperti itu, bukan tidak mungkin lokomotifnya terbalik. Para penumpangnya tidak sampai ke tujuan," ujarnya.

Melalui konsep IRI, ujar Putut, pengawasan BUMN, yang diibartakan dengan lokomotif itu, akan lebih baik dan terintegrasi. Daerah yang memiliki saham di BUMN itu akan"berteriak" jika manajemen pengelolaannya tidak baik.

"Jangankan praktik korupsi, kolusi , dan nepotisme, keinginan daerah untuk melepaskan diri dari NKRI pun bisa dicegah. Misalnya, Papua ingin merdeka. Tetapi, daerah-daerah yang memiliki saham BUMN tambang di sana akan berteriak, 'nanti dulu! Papua juga milik kami melalui saham di BUMN itu'. Jika dihalangi, bisa mengajukan arbitrase di Mahkamah Internasional," ujar Putut.

Sumber : BeritaSatu, 30.05.17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar