19 Juni 2020

[190620.ID.BIZ] Jumlah Penumpang Menurun Drastis, Industri Transportasi Maksimalkan Bisnis Kargo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transportasi menjadi salah satu sektor yang terdampak cukup signifikan akibat pandemi COVID-19. Operator penerbangan sampai pelayaran kemudian harus menerima kenyataan berkurang drastisnya jumlah penumpang sehingga harus melakukan banyak penyesuaian.

Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, penerbangan adalah sektor yang pertama kali terimbas krisis. "Sejak ada COVID-19 pertama kali di Indonesia pada Maret, jumlah penumpang menurun tajam. Bahkan di Bulan Mei hanya mengangkut 10% penumpang dibanding periode sama tahun lalu. Dari lima peak season setahun, akibat COVID-19 empat hilang sudah, yaitu mudik, libur sekolah tengah tahun, umrah, dan haji. Harapan kami tinggal liburan akhir tahun," ungkapnya saat diskusi virtual MarkPlus Industry Roundtable, Jumat (19/6).

Sementara Direktur Utama Pelni Insan P Tobing menyatakan, di masa krisis ini penumpang benar-benar menyusut drastis bahkan tidak sampai 10%. Setiap bulan setidaknya Pelni memiliki kemampuan mengangkut sekitar 200 ribu penumpang.

"Kalau dihitung tidak sampai 1%. Pada April saja kami hanya angkut 523 penumpang. Mei di masa Lebaran kami angkut 700 saja. Daripada buang cost, armada-armada kapal kami keep di beberapa pelabuhan dengan mode stand by. Kalau diperlukan, kami siap," jelas Insan.

MRT Jakarta juga mengalami hal yang sama. Semenjak pandemi dimulai pada Maret sampai akhirnya diberlakukan PSBB di mana mayoritas masyarakat bekerja di rumah, MRT Jakarta merasakan krisis penumpang. Menurut Direktur Utama MRT Jakarta William Sabandar jumlah penumpang surut jadi 3% dari biasanya. Ketika PSBB dilonggarkan barulah menyentuh angka 17%-18%.

"Harapannya bisa menyentuh 30%. Namun semenjak adanya COVID-19 ini, kami tidak yakin mampu mengangkut 100% seperti sedia kala. Kami perkirakan maksimal hanya 60% saja," ujar William.
Sebagai platform memindahkan penumpang dari satu titik ke titik lain, para pemain transportasi berpikir keras menjaga pemasukan sebagai ganti minimnya penumpang. Logistik jadi satu pilihan logis mengingat mereka memiliki armada kosong yang bisa diisi oleh barang-barang kiriman.

Garuda Indonesia kini memaksimalkan armada kosong untuk kargo. Irfan mencontohkan ketika pelanggan di Jakarta memesan oleh-oleh di Jogjakarta, ia jamin besok sore sudah sampai depan pintu rumah. "Dari dulu kami hanya fokus penumpang. Namun sekarang harus berpikir pada bisnis pengiriman barang," ujarnya.

Pun begitu dengan Pelni yang sejak 2015 mulai merintis kargo. Mau tidak mau di saat sekarang bisnis tersebut harus dimaksimalkan, apalagi setahun kemudian Pelni mulai memiliki kapal angkutan barang.

Blue Bird juga mengakui bahwa semenjak pandemi, mereka mulai melirik bisnis logistik dalam kota. Jika dulu taksi dipakai mengangkut penumpang, kini yang diantar adalah barang. "Bisnis ini laris manis di masa pandemi. Dan bukan hanya barang penumpang atau perorangan yang kami antar, tapi juga logistik sekelas korporat," ungkap Chief Marketing Officer Blue Bird Amelia Nasution.

Platform digital juga bisa menjadi salah satu faktor bisnis transportasi bertahan, terutama di masa depan. Pasalnya selama COVID-19 berdasarkan data Organisasi Angkutan Darat (ORGANDA), ada sekitar Rp 9 triliun potensi pemasukan angkutan darat per bulan hilang. Moda darat tersebut mencakup bus, taksi, angkot, sampai angkutan antar provinsi.

Dengan kondisi tersebut memang mau tidak mau digitalisasi harus dipercepat. ORGANDA juga mengapresiasi pemain transportasi darat yang mulai mengaplikasikan teknologi berbasis online tersebut.

"Memang ada yang tidak siap ke arah sana. Tapi ada juga yang sudah mulai melakukan. Angkot ada yang mulai menerapkan adopsi digital, seperti proses booking online. Kalau seperti taksi dan angkutan logistik sudah ada yang terdigitalisasi," tutup Ketua ORGANDA Andre Djokosoetono.

Sumber : Kontan, 19.06.2020 / Foto : Bisnis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar