15 Juni 2010

[150610.ID.BIZ] Pasar CDMA: Jika Merger, Flexi-Esia Kuasai 96 Persen

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) melakukan penggabungan Telkom Flexi dengan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) sepertinya tinggal menunggu waktu.

Selain sudah mengantongi restu dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bos kedua operator seluler itu terlihat sudah ngebet untuk segera bersinergi.

Jika rencana itu benar-benar terwujud tahun ini, TLKM akan mendapat keuntungan. Sebab, menurut Direktur Utama TLKM Rinaldi Firmansyah, sinergi dua operator itu akan memangkas beban operasional sebesar 10-20 persen.

Alfiansyah, Analis Sinar Mas Securities, menduga dalam sinergi itu TLKM akan menjadi mayoritas. Selain jaringan Flexi lebih luas, jumlah pelanggannya yang mencapai 15,9 juta per 31 Maret lalu lebih banyak daripada pengguna BTEL yang baru 11 juta.

Jadi, jika merger terwujud, perusahaan hasil sinergi itu akan memiliki pelanggan sekitar 26 juta. "Mereka bisa menguasai 96 persen pangsa pasar CDMA," jelas Alfiansyah.

Kepala Riset Kim Eng Katarina Setiawan, dalam risetnya pada 9 Juni, menjelaskan rencana TLKM untuk memisahkan Flexi akan menghindarkan mereka dari isu monopoli di industri telekomunikasi. Apalagi, ada kabar bahwa Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berencana menyamakan tarif CDMA dan GSM. Jika regulasi ini jadi diterapkan, CDMA bisa sulit berkembang, jelasnya.

Meski berpotensi memberikan keuntungan, TLKM memang harus menghitung potensi BTEL. Maklum, perusahaan ini mempunyai utang jumbo. Per 31 Maret 2010, kewajiban lancar BTEL membengkak 83,33 persen jadi Rp 2,4 triliun.

Kewajiban itu termasuk pinjaman bank senilai Rp 654,65 miliar yang jatuh tempo tahun ini. Akibat membengkaknya utang, beban bunga yang harus dibayar BTEL juga terus membesar. Di kuartal I, beban bunga pinjaman BTEL naik 86,92 persen jadi Rp 84,62 miliar.

Sahamnya layak beli

Kendati BTEL punya beban utang besar, para analis menilai saat ini TLKM memiliki finansial yang cukup untuk menopang rencana sinergi itu. Apalagi jika terjadi merger, beban utang itu tentu akan diperhitungkan oleh TLKM.

Analis Samuel Sekuritas Sonny John bilang, kebutuhan perusahaan telekomunikasi untuk menunjang ekspansi memang cukup besar. Itu sebabnya belanja modal emiten di sektor ini saban tahun terus meningkat. Makanya, Sonny menilai langkah TLKM melepas obligasi senilai Rp 3 triliun masih wajar.

Katharina menilai net gearing alias tingkat utang terhadap kas TLKM hanya 0,32 kali. Dengan tambahan obligasi Rp 3 triliun, net gearing TLKM akan naik menjadi 0,4 kali. Sampai 31 Maret, TLKM memiliki dana kas Rp 6,75 triliun.

Alfiansyah yakin bisnis TLKM akan tumbuh tinggi tahun ini. "Penetrasi bisnis telekomunikasi di Indonesia masih kecil dibandingkan negara di Asia Tenggara," tutur dia. la merekomendasikan beli terhadap saham TLKM. Target harganya Rp 10.750 per saham.

Dua analis yang lain juga menyarankan beli efek ini. Katarina meyakini TLKM masih bisa melaju ke Rp 9.100 per saham. Sedangkan Sonny menargetkan harga saham TLKM Rp 10.000 per saham. Pada perdagangan kemarin, saham TLKM ditutup di Rp 8.000 per saham. (KONTAN/Avanty Nurdiana)

Sumber : Kompas, 15.06.10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar