10 Mei 2013

[100513.ID.BIZ] PSA : Unggul Karena Tarif Rendah-Proses Cepat

MENJADI nomor satu di dunia tentu merupakan dambaan setiap negara. Tapi, predikat sebagai yang terbesar, tersibuk, dan terbaik sudah lama disandang PSA Singapore Terminals. Itu membuat operator pelabuhan di Indonesia tertarik untuk menirunya.

Port of Singapore Authority (PSA). Ia adalah operator pelabuhan sekaligus pemegang otoritas untuk mengatur segala hal di pelabuhan. Tapi, sejak 1997 PSA dikomersialkan sebagai entitas bisnis yang murni. Namanya pun berganti. Hanya PSA. Tak punya kepanjangan dan tak boleh dipanjangkan.

Sejak saat itu, PSA tidak menjadi operator pelabuhan Singapura saja. Ia menjadi operator di berbagai pelabuhan dunia. Sekarang PSA sudah memegang saham 12 pelabuhan besar di dunia. Kesuksesan itu membuat PSA kian kukuh menyandang predikat sebagai yang terbaik di dunia.

Global CEO PSA International Pte Ltd Tan Chong Meng, mengakui bahwa perkembangan PSA tidak sebentar. Infrastruktur PSA terus menyesuaikan perkembangan kapal. Pada dekade 1950-an, kapal terbesar yang bisa masuk sepanjang 137 meter dengan lebar 17 meter dan draft (bagian yang tenggelam di air, dihitung dari dasar kapal) 9 meter.

Sejak 2000, perkembangan sedemikian pesat. Kapal Post New Panamax yang sepanjang 400 meter dengan lebar 59 meter dan draft 15,5 meter pun bisa dilayani. ”Panjang terminal terus menyesuaikan,” katanya kepada Jawa Pos (Induk koran ini).

Semakin besar kapal yang dioperasikan, biaya pengiriman barang menjadi lebih murah. Itulah yang ditangkap pelabuhan Singapura. PSA pun terus membangun terminal yang bisa disinggahi kapal-kapal besar berkapasitas hingga 18 ribu TEUs (twenty-foot equivalent unit, setara dengan kontainer berukuran 20 kaki). Bandingkan dengan pelabuhan Indonesia yang maksimal hanya bisa disandari kapal 5 ribu TEUs.

Chong Meng mengakui, pelabuhan Indonesia memang tidak bisa disamakan dengan pelabuhan di Singapura. Soal kapasitas, misalnya. Pelabuhan Singapura sudah bisa menampung 30 juta TEUs per tahun. Sedangkan di Tanjung Priok, Jakarta, kapasitas pelabuhan hanya 4,5 juta TEUs. New Tanjung Priok pun hanya memberi tambahan kapasitas sebesar 4,5 juta TEUs.

Kerja sama itu mungkin. Sebab, pasar PSA dan Pelabuhan Tanjung Priok berbeda. Selama ini, pelabuhan Singapura hanya menjadi transshipment atau persinggahan kapal yang akan menuju ke negara lain. Sedangkan Tanjung Priok ramai sebagai tempat perdagangan untuk pasar Indonesia.

Chong Meng juga mengakui bahwa ekspor-impor Singapura begitu kecil. Sebab, penduduknya hanya sedikit. Karena itu, Singapura kerap hanya menjadi persinggahan kapal dari Tiongkok, Jepang, dan Korea yang ingin mengirim kapal dengan menggunakan kapal yang lebih besar. Sebagian besar (80 persen) menuju Eropa. Sisanya (20 persen) menuju Asia Tenggara.

Chong Meng menyebut, kinerja PSA sejatinya sangat bergantung ekonomi kawasan. Tapi, soal kualitas, pelabuhan Singapura tak perlu diragukan lagi. Berbagai peralatan canggih dipasang di pelabuhan itu sejak lama. Misalnya 192 unit crane untuk mengangkat kontainer dari kapal. Dengan begitu, setiap kapal yang datang bisa ”dikeroyok” setidaknya oleh lima crane.

Bongkar muat pun lebih cepat. Kalau tiap crane bisa mengangkut 30 kontainer dalam satu jam, untuk mengosongkan satu kapal besar yang mengangkut 450–500 kontainer hanya perlu tiga jam. Sekali lagi, bandingkan dengan Tanjung Priok yang hanya dilayani dua crane per kapal. ”Bagi kami, kecepatan itu utama,” ungkapnya 

Kalau kapal cepat kosong, kapal baru akan lekas datang. Produktivitas pun menjadi tinggi. Karena itu, tarif pelabuhan di Singapura pun bisa lebih murah ketimbang pelabuhan lain di dunia.

Tarif rendah dan kecepatan waktu itulah yang membuat kapal terus berdatangan. Kapal-kapal juga tak perlu antre lantaran sudah melaporkan kedatangan 3–4 hari sebelum sandar. PSA lantas mengatur jadwal sandar yang pasti. Operator crane juga sudah bersiap sesuai dengan kapasitas kapal.

”Ketepatan dan kecepatan waktu itu berharga untuk bisnis. Itu yang harus ditiru pelabuhan lain,” ungkap dia belum lama ini. Tentu PSA juga mengaplikasikan sistem teknologi informasi untuk menyinkronkan berbagai data. Mulai bea cukai, otoritas pelabuhan, operator pelabuhan, hingga perusahaan freight and forwarding.

Vice President Corporate Affair PSA International Christopher Chan menambahkan, pelabuhan Singapura juga mengoperasikan pengontrol jarak jauh (remote control) untuk mengambil kontainer dari lapangan penumpukan dan meletakkannya di atas truk yang telah siap di tempat tertentu. ”Kami melarang ada manusia lalu lalang di pelabuhan, meskipun itu petugas pelabuhan atau CEO sekalipun. Demi keamanan,” tegasnya.

Petugas crane ditempatkan di ruang kontrol yang ada di Kantor Pusat PSA International. Letaknya sekitar dua kilometer dari pelabuhan. Dengan memasang kamera di crane, petugas bisa menentukan kontainer mana yang harus diambil dan dibawa menuju truk yang sudah menunggu. ”Itu seperti main video game saja. Sistem yang simpel, tapi susah untuk menyinkronkan,” ujar dia. (wir/c11/dos/war/jpnn/ce6)

Sumber : Sumatera Ekspres, 08.05.13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar