20 Maret 2018

[200318.ID.BIZ] Mackenzie: Indonesia Bisa Surplus LNG


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah pernah memproyeksi Indonesia akan mulai impor LNG mulai tahun 2019/2020 menyusul kebutuhan LNG yang meningkat dan sejumlah proyek gas yang belum berproduksi.

Namun proyeksi pemerintah ini kini dapat tantangan lain. Edi Saputra, Analis Senior Gas and Power Lead Asia Wood Mackenzie mengatakan kebutuhan LNG domestik saat ini belum menunjukan kenaikan signifikan.

Tahun lalu, kebutuhan LNG domestik hanya 2,4 juta metrik ton per tahun (mtpa) turun sekitar 15% dari tahun 2016 yang mencapai 2,8 juta mtpa. Tahun ini, diproyeksi kebutuhan LNG domestik hanya 2,8 juta mtpa. Kenaikan kebutuhan LNG domestik itu ditopang kebutuhan pembangkit listrik PLN.

"Ada beberapa pembangkit mulai jalan terutama tambahan unit di pembangkit PLN. Kami harapkan naik lagi," kata Edy di sela acara Executive Committee Meeting Gas Indonesia Summit & Exhibition (GIS) 2018, (16/3).

Meski begitu, permintaan LNG dari domestik tidak mampu menyerap seluruh LNG produksi tahun ini.

Ia memproyeksikan, Indonesia bisa memproduksi LNG tahun ini berkisar 18,5 juta mtpa. Yakni dari Kilang Bontang sebanyak 9 juta mtpa, serta dari lapangan Tangguh mencapai 7 juta mtpa, sert dari Donggi Senoro sebesar 2,5 juta mtpa.

Dari totak produksi LNG tersebut, yang memiliki kontrak untuk pasar ekspor khususnya Asia Timur hanya mencapai 12,5 juta mtpa. Sementara kebutuhan domestik hanya 2,8 juta mtpa. Walhasi, "Ada surplus LNG sebesar 3-4 juta mtpa pada tahun ini," kata Edi.

Dia bahkan memproyeksi Indonesia masih bisa surplus LNG hingga tahun 2024. Itu pun dengan memperhitungkan kontrak-kontrak Pertamina dengan Cheniere, Total, Woodside, "Kami melihat gap-nya muncul di 2025, gap itu kebutuhan impor. Tahun 2024 masih surplus," ujar Edi.

Selain kebutuhan LNG domestik yang belum meningkat, surplus LNG juga disebabkan adanya pembatasan ekspor LNG oleh pemerintah. Saat ini pemerintah tidak lagi memperpanjang kontrak LNG jangka panjang ke Korea Selatan dan Jepang. "Tahun lalu ada beberapa kontrak eskpor yang berhenti dan pemerintah menolak memperpanjang akibatnya ada kelebihan pasokan," kata Edi.

Padahal menurut Edi, pemerintah tidak perlu khawatir melakukan ekspor LNG karena pasokan LNG masih surplus hingga saat ini, ditambah lagi dengan adanya impor LNG Pertamina.

Kata dia, harus ada perubahan mindset untuk maintance balance ke pasar. Menurutna, pemerintah juga harus berani mengambil langkah. "Apalagi ada potensi peningkatan permintaan LNG dari China, dan Asia Selatan, atau Asia Tenggara," kata dia. Kesempatan ini bisa dipakai.

Sumber : Kontan, 19.03.18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar