10 Oktober 2010

[101010.ID.BIZ] Mata-mata Bisnis Semakin Menggila

Waspadalah, waspadalah dan gunakan segala kekuatan mata-mata untuk berbagai bisnis. Demikian Sun Zi dalam tulisanya, The Art of War bab 13.

Kata-kata Sun Zi tampaknya diamini China dalam era informasi ini. Untuk mencari informasi yang diperlukan, China menggunakan segala macam cara; baik yang klasik dengan mengutamakan seks dan uang maupun cara baru yang lebih canggih.

Belakangan, spionase industri lebih banyak dilakukan ketimbang spionase soal politik.
Jerman, misalnya, menyatakan telah kehilangan 53 miliar euro setahun karena kehilangan kesempatan mengembangkan industrinya. Pencuri informasi utamanya tentu saja China.

FBI (AS) bahkan memandang China sebagai ancaman spionase terbesar bagi AS saat ini. ”China merupakan ancaman terbesar bagi AS,” ujar David Szady, mantan Asisten Direktur untuk Divisi Kontra-Intelijen FBI.

Sebuah laporan yang ditulis oleh agen mata-mata Inggris, MI5, menyatakan, mata-mata China menyamar lewat berbagai macam cara, termasuk mendekati eksekutif-eksekutif Inggris dengan jebakan seks sehingga dapat memeras untuk mendapatkan informasi mengenai rahasia komersial.

Cara lebih canggih adalah dengan menggunakan internet, seperti mengirim virus trojan untuk menyerang e-mail.

Dokumen MI5 juga menyebutkan bahwa para anggota Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dan agen Kementerian Keamanan Dalam Negeri mendekati pebisnis Inggris dalam pameran perdagangan dan memberi hadiah kepada mereka.

Di antara hadiah itu adalah kamera dan flashdisk. Namun, di dalamnya telah dimasukkan berbagai macam peranti lunak untuk mendapatkan akses ke komputer para eksekutif itu.

Kerepotan tidak hanya melanda MI5, tetapi juga FBI. Badan federal AS ini telah mengirimkan dan melatih ratusan orang untuk menghadapi intelijen China, termasuk tim khusus yang memfokuskan diri pada spionase ekonomi.

FBI mengeluarkan dana hingga 2,2 miliar dollar AS untuk program kontraterorisme dan kontra-intelijen. Anggaran CIA masih tetap dirahasiakan. Pejabat AS mengatakan, China tampaknya telah mengatur rencana soal mata-mata dengan canggih.

China tidak hanya melibatkan mata-mata yang terlatih, tetapi juga mahasiswa yang polos serta lugu dan sedang belajar di AS.

Lebih leluasa

”Pertarungan” intelijen AS dengan China sangat berbeda ketika AS menghadapi Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Lagi pula, setiap tahun ribuan warga China datang ke AS, baik sebagai pebisnis (ada yang bekerja pada kontraktor pertahanan AS) maupun sebagai mahasiswa.

Hal ini tidak dapat dilakukan oleh Uni Soviet saat Perang Dingin karena warganya sulit
keluar dari negaranya sendiri.

Kini warga China malah disambut dengan tangan terbuka oleh universitas ataupun perusahaan yang menghargai kemampuan teknis mereka dan gaji yang relatif lebih rendah.

Sebagian besar di antara mereka bekerja sungguh-sungguh atau belajar tekun, tetapi sungguh-sungguh juga merepotkan bagi petugas kontra-intelijen AS.

Para ahli kontra spionase mengatakan, kesulitan sudah dimulai saat mereka dikontak oleh Pemerintah China atau salah satu dari 3.000 perusahaan China. Perusahaan-perusahaan China ini, berdasarkan pengamatan FBI, memang didirikan untuk menyerap informasi soal pertahanan dan militer atau teknologi industri secara tidak sah.

Beberapa warga China yang tinggal di AS mau melakukan kegiatan mata-mata karena iming-iming uang. Ada juga beberapa warga China yang mau melakukannya karena faktor nasionalisme.

Szady mengatakan, mereka dapat bekerja di berbagai level. Hal inilah yang menyebabkan kekuatan China sangat sulit dibendung dibandingkan dengan kekuatan Uni Soviet, yang sudah bubar itu.

Susahnya lagi, Pemerintah AS sulit membendung dan membatasi penempatan pegawai dari Asia karena akan dianggap melakukan diskriminasi.

Negara lain yang memutuskan hendak memberantas mata-mata China adalah Kanada. Biro mata-mata Kanada (CSIS) mengatakan, Pemerintah China melalui perusahaan milik negara telah melakukan spionase ekonomi di Kanada.

Pemerintah China melalui berbagai pintu, seperti Kementerian Luar Negeri dan juru bicara di berbagai Kedutaan Besarnya, menolak tuduhan tersebut.

Berlanjut

Beberapa kasus mencuat dalam perang ”mata-mata” ini, baik di China maupun di luar China. Di AS, pemerintah telah menangani lebih dari belasan kasus individu yang dituduh memberi informasi industri dan pertahanan ke tangan China.

Sebagai contoh adalah kasus Dongfan ”Greg” Chung yang didakwa bersalah karena telah melakukan spionase ekonomi dan menyimpan 300.000 halaman dokumen sensitif di rumahnya di California, AS.

Ada pula kasus Chi Mak yang pada tahun 2007 dinyatakan bersalah oleh Pemerintah AS karena telah
mengekspor teknologi pertahanan ke China.

Di China sendiri, kasus yang masih hangat adalah tuduhan situs mesin pencari, Google, dan sekitar 30 perusahaan lain yang merasa telah disusupi. China beranggapan Google telah membantu AS memberikan informasi kepada mata-mata AS.

Selain itu ada pula kasus penangkapan China terhadap eksekutif dari perusahaan pertambangan Australia Rio Tinto yang bernama Stern Hu.

Tampaknya perang tanpa api ini tidak akan berkesudahan. Teknologi dan industri harus terus dikembangkan untuk dapat membawa kemakmuran bagi rakyat. Segala cara dan upaya akan terus dilakukan untuk membuktikan siapa yang unggul.

Sumber : Kompas, 08.10.10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar