16 Oktober 2010

[161010.ID.LAN] Transportasi : Pengusaha Keluhkan Kemacetan

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pengusaha dalam negeri kembali mengeluhkan adanya kemacetan yang terjadi di Jakarta. Ambar Tjahjono, Ketua Umum Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo), menjelaskan, kemacetan di Ibu Kota membuat pertemuan bisnis terganggu.


"Kami seharusnya akan melakukan rapat anggota Asmindo nasional, namun rapat terpaksa diundur dari jadwal semula pukul 18.00 WIB menjadi pukul 22.00 WIB," ungkap Ambar di lokasi pameran Trade Expo Indonesia (TEI) di Jakarta, Jumat (15/10/2010).

Menurutnya, banyak anggotanya yang berdatangan dari luar daerah terjebak macet dari bandara menuju lokasi rapat.

"Dari bandara ke dalam kota saja membutuhkan waktu 4 jam, ini kan enggak masuk akal," ungkap Ambar menjelaskan keluh kesahnya. Kondisi kemacetan tahun ini semakin parah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Ia berharap masalah macet ini harus menjadi perhatian pemerintah, terutama saat pameran kelas internasional diselenggarakan.

"Banyak buyers akhirnya memilih tinggal di hotel daripada melihat pameran atau bertemu dengan kami," jelasnya.

Padatnya arus transportasi Ibu Kota membuat banyak buyers yang diundang memilih berdiam diri di hotel daripada mengunjungi pameran ataupun bertemu dengan pelaku bisnis di dalam negeri, baik untuk penjajakan maupun untuk mengikat kontrak.

"Kondisi ini jelas merugikan dan tidak produktif bagi ekonomi Indonesia," tegas Ambar. Memang, kehadiran buyers asing di pameran TEI 2010 itu sangat didambakan oleh Asmindo, tetapi sulitnya akses transportasi membuat buyers kesulitan menuju lokasi pameran.

"Kalau belajar dari Singapura dan Malaysia, tempat pameran mereka bisa dijangkau dengan gampang, baik dengan kereta api maupun dengan bus," ungkapnya.

Salah satu pengunjung TEI 2010 juga ikut merasakan hal serupa. Untuk menuju lokasi pameran dari hotelnya yang ada di Jalan Jayakarta, yang diperkirakan hanya berjarak 3-5 km, membutuhkan waktu 4 jam.

"Padahal, kalau jalan kaki itu paling 30 menit," ujar pengunjung yang tidak mau disebut namanya itu. (Kontan/Asnil Bambani Amri)

Sumber : Kompas, 15.10.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar