17 Juni 2012

[170612.ID.BIZ] Dahlan Iskan Minta Kontrak Tambang Dinegoisasi Ulang


TEMPO.CO, SEMARANG - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menilai negosiasi ulang atas kontrak-kontrak pertambangan di Indonesia merupakan jalan terbaik menghadapi besarnya investasi asing di Indonesia.

"Patut diakui, banyak tambang-tambang besar di Indonesia dimiliki asing. Namun, kontrak itu sudah berjalan selama 20-30 tahun. Lalu mau diapakan? Apa mau direbut atau dibiarkan saja?," katanya di Semarang, Sabtu 16 Juni 2012.

Hal tersebut diungkapkannya usai memberikan kuliah umum berjudul "Penguasaan Sains dan Teknologi Untuk Kemanusiaan Bangsa dan Pengentasan Kemiskinan" yang digelar di Universitas Diponegoro Semarang.

Menurut dia, Indonesia akan dianggap sebagai bangsa yang primitif jika merebut tambang-tambang besar itu dari investor asing karena telah menyalahi kontrak, tidak patuh pada hukum, dan melanggar kesepakatan.

"Kalau melakukan seperti itu, merebut tambang, Indonesia pasti akan dikucilkan dunia karena dianggap sebagai bangsa yang primitif, tidak tunduk pada tatanan hukum. Namun, kalau dibiarkan saya juga tidak setuju," katanya.

Ia mengatakan selama ini banyak orang yang menginginkan Indonesia seperti Bolivia yang menasionalisasi semua aset pertambangannya, seperti Korea Utara yang mandiri, atau Myanmar yang melarang asing masuk.

Namun, kata dia, mereka yang menginginkan Indonesia seperti Bolivia, Korut, atau Myanmar itu tidak mau merasakan "penderitaan" yang dialami masyarakat negara itu, yakni hidup dalam kemiskinan.

Karena itu, Dahlan mengatakan bahwa langkah terbaik yang bisa ditempuh menyikapi permasalahan itu adalah dengan menegosiasi ulang kontrak-kontrak pertambangan yang selama ini dikuasai oleh investor asing.

"Mari kita ajak mereka (investor asing, red.) bicara baik-baik, mempertimbangkan zaman yang sudah berubah, apalagi investasi mereka juga sudah lama kembali untuk menegosiasikan ulang kontrak pertambangan," katanya.

Ia mencontohkan bahwa Indonesia selama ini mengekspor gas ke China dengan harga yang sangat murah, sekitar tiga dollar AS/mmbtu (million metric british thermal unit), padahal dibeli kembali dengan harga mahal.

"Apakah kita mau menyalahkan kebijakan pemerintah saat itu? Menurut saya, solusi terbaik adalah menegosiasi ulang, mungkin ada kenaikan setengah sen atau satu sen sudah lumayan," demikian Dahlan.

Sumber : Tempo, 16.06.12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar