29 Oktober 2013

[291013.ID.BIZ] Ekonomi China Tumbuh 7,8% Didorong Investasi Infrastruktur

Bisnis.com, JAKARTA—Ekonomi China dilaporkan tumbuh 7,8% pada kuartal ketiga, yang menandakan percepatan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang tumbuh 7,5%.

CEO FX 1 Academy di Singapura Mario Santh Sing menerangkan kebangkitan ini banyak disebabkan oleh mini stimulus atau rangsangan kecil dari investasi di sektor infrastruktur, seperti jalan kereta api dan sistem subway, serta kebijakan keuangan yang lunak ketika People’s Bank of China (PBOC) mulai beroperasi lagi pada kuartal ketiga.

“Secara mendasar, pertumbuhan dalam kuartal ketiga tidak akan dapat bertahan atau akan diperpanjang satu kuartal lagi. Kelebihan kapasitas di antara industri yang berbeda dan properti yang menggelembung tetap menjadi persoalan utama dalam perekonomian China,” ungkapnya dalam surat elektronik yang diterima Bisnis, Jumat (25/10/2013).

Dia mengatakan, petunjuk ekonomi terkini untuk September termasuk ekspor yang secara tidak terduga mengecil menjadi 0,3% YoY. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi listrik, yang melambat menjadi 10,4% YoY dari 13,7% pada Agustus, menunjukkan pertumbuhan mungkin sudah mulai kehilangan momentum.  Namun,tuturnya, perlu bukti lebih untuk bertindak.

Dia berharap kepemimpinan China yang baru tidak boleh menentukan 'target yang besar' pada pertumbuhan produk domestic bruto (GDP) negara yang bergerak maju.

Dengan skenario ini, sambungnya, pemerintah bisa memperlambat rencana-rencana investasi infrastruktur bergerak maju, karena ini bukan solusi yang bias dipertahankan, terutama karena kongres partai yang ke 18 pada November semakin dekat. Cetak biru untuk reformasi ekonomi dan keuangan mungkin akan dikeluarkan.

Faktor penting lainnya untuk memutuskan tingkat pertumbuhan adalah perluasan shadow-banking. Apabila pemerintah memutuskan menambah regulasi pada system keuangan, perekonomian akan menderita seperti yang terjadi di awal tahun.

“Jadi, pemulihan pada kuartal ketiga pasti terjadi namun tidak secara merata. Besarnya ketidakseimbangan bergantung pada ukuran perusahaan, sifat perusahaan, sektor-sektor dan sumber dayanya. Namun, kita tidak punya gambaran yang jelas sampai Kongres Partai Komunis China,” ujarnya.


Sumber : Bisnis Indonesia, 25.10.13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar