20 April 2020

[200420.ID.BIZ] Nasib Ekonomi Dunia Dalam Cengkeraman Great Lockdown


Bisnis.com, JAKARTA - Tidak ada negara yang selamat dari imbas negatif pandemi virus Corona. Demikian pernyataan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam proyeksi terkini seraya menyebut dampak kemerosotan perekonomian saat ini dengan istilah Great Lockdown sebagai peristiwa yang terburuk sejak Great Depression.

Menurut IMF dalam World Economic Outlook (WEO) yang dirilis 14 April 2020, imbas negatif merebaknya virus Corona telah mengubah perekonomian dunia secara dramatis. Perubahan signifikan itu tampak bila dibandingkan dengan WEO pada Januari lalu. Hanya dalam waktu 3 bulan sejak WEO Januari, pandemi virus Corona telah mengakibatkan banyak korban jiwa sehingga seluruh negara memilih langkah perlawanan mulai dari menjaga jarak sosial, karantina hingga lockdown.

Great Depression atau Depresi Hebat adalah situasi ekonomi dunia yang menurun tajam di sebagian perekonomian utama dengan waktu bervariasi selama 1930-an yang dimulai di Amerika Serikat. Di Negari Paman Sam pada September-Oktober 1929 terjadi penurunan besar harga saham yang dikenal sebagai Black Tuesday. Antara tahun 1929 dan 1932, produk domestik bruto (PDB) di seluruh dunia susut sekitar 15%. Bila dibandingkan dengan Krisis Eropa 2008-2009, PDB dunia turun kurang dari 1%.

Great Lockdown

Adapun istilah Great Lockdown terkait dengan berkurangnya aktivitas bisnis sejalan dengan meluasnya pandemi virus Corona sehingga perekonomian dunia ikut tergerus. Usaha produktif yang menurun itu terjadi sehingga pemerintah di seluruh negara berupaya memberikan dukungan langsung kepada rumah tangga, perusahaan, dan pasar keuangan.

Meski demikian, tetap saja ganasnya wabah ini di luar dugaan siapapun. Ketidaksiapan dalam menghadapi kondisi darurat itu membuat banyak negara kini rentan pada risiko krisis berbagai dimensi yang dimulai dari krisis kesehatan hingga krisis keuangan.

Karena itu, semua negara kini berjibaku melawan dampak negatif penyebaran virus Corona dengan merogoh kocek lebih dalam untuk meningkatkan kapasitas layanan kesehatan dan mengambil langkah-langkah fiskal di luar perkiraan dalam bentuk subsidi dan paket stimulus. Beberapa kebijakan itu meliputi pengurangan beragam jenis pajak, jaring pengaman sosial, hingga insentif di sektor keuangan yaitu upaya restrukturisasi kredit dunia usaha.

Ekonomi Dunia

Dengan asumsi penanganan pandemi dan dukungan pemerintah yang akan memuncak pada kuartal II/2020 di sebagian besar negara di dunia, IMF kemudian memperkirakan perekonomian juga akan susut pada paruh kedua tahun ini. Dalam WEO versi April, IMF memproyeksikan pertumbuhan global pada tahun 2020 akan turun menjadi -3%.

Secara nilai, IMF memperkirakan kerugian kumulatif terhadap PDB global selama tahun 2020 dan 2021 akibat krisis Corona ini bisa mencapai US$9 triliun atau lebih besar dari gabungan nilai perekonomian Jepang dan Jerman. Sebagai perbandingan, pada Januari lalu IMF memperkirakan pertumbuhan PDB global sebesar 3,3% untuk 2020, selanjutnya pada tahun berikut proyeksi pertumbuhan dapat mencapai 3,4%.

Melihat angka pertumbuhan yang menciut itu, negara-negara maju seakan tak berdaya menghadapi pandemi Corona, begitu pula dengan emerging countries. Kendati ekonomi negara maju umumnya dalam posisi yang lebih baik dalam merespons krisis, laju PDB diprediksi bakal menyusut lebih dalam bila dibandingkan dengan krisis keuangan 2008.

IMF memperkirakan perekonomian AS tahun ini akan menyusut 5,91%, sementara 19 negara Uni Eropa yang berbagi mata uang Euro berkontraksi 7,5%. Wilayah Eropa secara keseluruhan pada tahun ini diprediksikan memiliki kinerja buruk di wilayah mana pun. Begitu pula yang terjadi di banyak pasar negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah. Mereka harus berjuang dalam menghadapi tantangan yang signifikan.

Perkiraan IMF ini sejalan dengan proyeksi Bank Dunia yang menegaskan pandemi virus Corona akan membawa perlambatan pertumbuhan di negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik serta China. Dalam update Bank Dunia sebelumnya, lembaga multilateral itu mengingatkan adanya situasi yang berubah dengan cepat.

Baseline pertumbuhan di negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik akan melambat menjadi 2,1% pada tahun 2020. Adapun skenario lebih rendah bisa mencapai -0,5% PDB atau jauh dengan laju ekonomi yang tercatat pada 2019 sebesar 5,8%. Untuk China, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan 2,3% dalam skenario baseline, atau dengan skenario lebih rendah yaitu 0,1%, dibandingkan dengan pertumbuhan 6,1% pada 2019.

Sumber : Bisnis, 20.04.2020.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar