08 November 2020

[081120.ID.BIZ] Kerugian Garuda Rp 15 Triliun Dan Sarinah Rp 29 Miliar, Potret Holding Pariwisata

 

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Holding Pariwisata yang bakal dibentuk oleh Kementerian BUMN menyisakan tanda tanya. Pasalnya ada dua perusahaan di bawahnya yang merugi cukup besar. Hal ini bisa saja membawa beban dari holding tersebut, apalagi memang sektor pariwisata ini sedang terpuruk karena Covid-19.

Perusahaan yang merugi adalah, pertama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), maskapai penerbangan badan usaha milik negara (BUMN) PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) harus menanggung kerugian yang besar hingga kuartal III 2020. Tak tanggung-tanggung, kerugian Garuda Indonesia mencapai Rp 15 triliun.

Kerugian Garuda Indonesia karena hanya memperoleh pendapatan sebesar US$ 1,14 miliar hingga kuartal III-2020. Capaian tersebut amblas 67,79% dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$ 3,54 miliar.

Berdasar laporan keuangan yang dirilis Kamis (5/11), Garuda Indonesia mencatat pendapatan dari penerbangan berjadwal senilai US$ 917,29 juta, penerbangan tak berjadwal sebesar US$ 46,92 juta, dan pendapatan lain-lain berkontribusi US$ 174,56 juta.

Di tengah menyusutnya pendapatan, Garuda Indonesia juga harus menanggung beban usaha senilai US$ 2,44 miliar atau 25,61% lebih kecil dari periode yang sama 2019.

Garuda Indonesia memperoleh keuntungan selisih kurs senilai US$ 83,35 juta, padahal pada kuartal III-2019 GIAA mencatat rugi kurs US$13,91 juta. Di saat yang sama pendapatan keuangan tercatat US$ 43,89 miliar meningkat dari periode yang sama tahun lalu US$ 4,98 juta.

Dengan demikian, Garuda Indonesia membukukan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 1,07 miliar. Dengan kurs rupiah hari ini Rp 14.321 di data JISDOR Bank Indonesia, kerugian tersebut setara dengan Rp 15,32 triliun. Kondisi ini berbeda dari kuartal III tahun lalu yang masih mendulang laba bersih US$ 122,42 juta.

Per September 2020, asset GIAA melonjak 122,47% jadi US$ 9,90 miliar dari posisi asset pada akhir tahun lalu sebesar US$ 4.45 miliar.

Manajemen GIAA menjelaskan, perubahan aset sehubungan dengan implementasi PSAK 73 yaitu penambahan Aset Hak Guna Usaha Pesawat, Perlengkapan dan Peralatan, Perangkat Keras, Kendaraan, Tanah dan Bangunan dan Prasarana.

Kemudian, Sarinah. Importir minuman alkohol ini juga memprediksi kinerja keuangan tahun ini akan mencatatkan kerugian sebesar Rp 29,92 miliar. Nilai tersebut naik signifikan dari kerugian tahun lalu sebesar Rp 4,69 miliar.

Direktur Utama Sarinah Fetty Kwartati memaparkan akibat pandemi Covid-19 industri ritel telah terkena dampaknya sebesar 75%-90%. "Sarinah tidak terkecuali, bahkan dampaknya double dari Covid-19 dan pemugaran," ujarnya dalam rapat bersama Komisi VI di Jakarta, Senin (28/9).

Akibat renovasi tersebut seluruh toko ritel di dalam Gedung Sarinah harus tutup selama setahun mempersiapkan pemugaran dan transformasi. Akibat hal tersebut, ia memprediksi akan mencatatkan kerugian sebesar Rp 29,92 miliar. Sementara itu, untuk pendapatan hingga tutup tahun diproyeksikan sebesar Rp 637,92 miliar.

Namun, ia optimis kerugian tersebut akan ditutupi pada tahun 2021. Terlebih peritel sudah bisa membuka kembali tokonya pada Agustus 2021. "Dengan bukanya toko kembali sehingga diharapkan bisa mencatatkan hasil positif, walaupun masih kecil," sebutnya.

Dalam pemaparannya, laba pada 2021 diproyeksikan sebesar Rp 3,77 miliar dengan pendapatan sebesar Rp 1,11 triliun.

Di samping itu, dalam hal opex (operational expenditure) perseroan juga terus melakukan efisiensi mulai dari sumber daya manusia, promosi, dan juga biaya lainnya. Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan menjelang transformasi di tahun depan.

"Jadi secara opex per sales, kami akan berusaha menurunkan dari 48,1% menjadi 22,1% di tahun ini dan di tahun depan menjadi 19,5%," paparnya.

Guna menyelesaikan renovasi Gedung Sarinah, Fetty memaparkan kebutuhan belanja modal atawa capital expenditure (capex) untuk membuat fitting out di Gedung Sarinah dan konsep bisnis seperti F&B, trading house, dan duty free. Sehingga tahun ini dan tahun depan tetap akan ada pengeluaran capex.

Pada tahun ini, Sarinah menganggarkan capex sebesar Rp 30,29 miliar. Sementara itu, kebutuhan capex di tahun depan sebesar Rp 125,44 miliar. "Itu juga sudah kami masukan ke dalam RKAP," pungkasnya.

Sumber : Kontan, 08.11.2020.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar