02 Februari 2010

[ID-OTH] HK : The Connector


KOMPAS.com - Di era serba canggih seperti sekarang, perusahaan terhubung oleh Connector yang membuat kita semakin mudah mengakses konsumen, kompetitor dan para change agents yang senantiasa mendorong tatanan lanskap makro.
Lewat Connector ini, hubungan yang lebih horisontal antara elemen lingkungan bisnis menjadi lebih dimungkinkan.

Ada tiga jenis Connector, yaitu mobile interaction, experiential events, dan social media. Di mana masing-masing dapat berada di belahan dunia online maupun offline.

Dengan adanya Connector, pemasar di era New Wave dapat menerapkan apa yang dinamakan Always-on Connection, yang bukan lagi sekedar bersifat 24/7 tapi bahkan 60/60/24/7. Karena pada setiap detiknya dapat terjadi koneksi yang menghubungkan perusahaan (Company) dengan 3C lainnya; Change agents, Competitor, dan Customer.

Bisa dibilang, mereka yang sukses di era New Wave ini adalah mereka yang dapat menjadi Connector. Dengan kata lain, dapat menyediakan platform yang bisa berperan sebagai jembatan dan penghubung antara orang ke orang lainnya.

Mobile Connectors

Mobile Connector memberikan fasilitas penghubung yang sifatnya mobile, bukan lagi berdasarkan fixed connection di suatu lokasi yang statik. Mobile connector ini bentuknya bisa berupa telepon seluler, laptop, smartphone ataupun perangkat lainnya yang bisa membuat orang melakukan koneksi online tanpa terikat oleh metode koneksi yang fixed, yang pada umumnya dicapai melalui koneksi wireless.

Kemajuan teknologi membuat perangkat mobile connector semakin nyaman digunakan. Laptop, misalnya, semakin lama bobotnya semakin ringan dan daya hidup baterainya juga semakin lama. Termasuk di sini, populernya Netbook.

Smartphone juga semakin mudah digunakan dan fitur-fiturnya semakin mendukung akses Internet. Mobile connectors seperti ini bersifat menjadi platform atau jembatan yang membuat orang dapat mengakses segala bentuk informasi secara realtime di mana saja, kapan saja.

Perkembangan teknologi yang bergerak dari broadcasting ke networking, membuat mobile connector ini sifatnya tak hanya fungsional untuk mengakses informasi, namun juga memudahkan kita untuk menyebarluaskan informasi sekaligus bersosialisasi dengan dunia luar. Hal ini juga menjadikan kita bisa semakin mudah mengakses perubahan-perubahan yang terjadi di lanskap bisnis.

Di Indonesia sendiri, meningkatnya popularitas Blackberry serta smartphone lainnya seperti N-Series Nokia dan Apple iPhone platform mobile ini ke masyarakat luas. Bahkan mereka yang sebelumnya tidak terpikir untuk selalu terhubung secara online, otomatis menjadi connected saat menggunakan layanan Blackberry, meskipun, misalnya, pada awalnya gadget itu hanya dibeli karena “ikut-ikutan”.

Sebagai contoh, saat gempa mengguncang Jakarta beberapa waktu yang lalu, bagi sebagian besar warga metropolitan ini, instict pertama adalah meraih ponsel. Mulai dari menelpon saudara dekat, atau mengirim sms menanyakan kabar kepada kerabat, hingga meng-update status Facebook dan Twitter.

Saat itu, seolah semua orang haus akan connection dengan orang lain, dan ini dapat dipenuhi secara cepat dan praktis oleh berbagai gadget tersebut.

Experiential Connectors

Selain mobile connector, yang tidak kalah penting adalah experiential connectors yang dapat terjadi di dunia offline dan online. Connector ini memberikan keintiman yang lebih jauh antara perusahaan, konsumennya, kompetitornya, dan juga para change-agents yang terkait dengannya. Experiential connectors ini berbentuk kegiatan yang sifatnya komunal, baik yang ada di dunia online maupun offline.

Acara bertema “Rock & Roll” yang diselengarakan oleh Apple di tanggal 09 09 09 adalah bentuk konkrit dari sebuah experiential connector. Di acara yang luar biasa seperti itu, Apple tidak hanya mendatangkan konsumen dan pengguna produknya saja, namun juga kompetitornya yang ingin melihat what’s next dari Apple, dan juga kritikus dan para change agents di industri yang selama ini memperhatikan gerak-gerik Apple di industri.

Contoh lain dari experiential connector adalah bagaimana MTV membuat acara award tahunannya MTV Music Award. Acara penghargaan tahunan ini diselenggarakan bukan saja untuk menghargai pencapaian terbaik di dunia musik, tapi juga menciptakan suatu platform experiential bagi pencinta musik dan video clip.

Lewat MTV Music Award ini, MTV menciptakan sebuah experiential connector yang menghubungkan komunitasnya mulai dari penonton, kritikus di dunia musik (change agents), artis satu dengan para kompetitornya, pencipta satu musik video dengan para kompetitornya, pengiklan dengan para kompetitornya.

Untuk membuat acaranya tidak basi dari waktu ke waktu, selalu ada kehebohan baru di ajang penghargaan video musik tahunan ini, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

Yang terakhir adalah ketika Kanye West tiba tiba naik ke atas panggung saat pidato dari pemenang video klip terbaik, hanya untuk menyatakan bahwa video oleh Beyonce, yang dinominasikan namun tidak menang, adalah salah satu video klip terbaik sepanjang masa.

Platform online seperti Flickr dan YouTube semakin memfasilitasi terjadinya pertukaran experience ini. Melalui situs tersebut, pengguna Internet dapat membagikan pengalaman dalam bentuk foto maupun video, dengan mengharapkan mendapatkan komentar dan saling berbagi pengalaman dengan siapa saja di seluruh dunia.

Kini siapa saja dapat merasakan apa yang dialami oleh seseorang yang ada di belahan dunia yang lain. Situs yang memfasilitasi experience dari komunitas yang ekspresif seperti ini dapat memberikan insights tersendiri bagi perusahaan yang ingin melakukan pemahaman yang mendalam mengenai anxiety and desire dari konsumen mereka.

Contoh platform online seperti ini kini semakin banyak dan berbasiskan open platform, sehingga Anda dan kompetitor anda bisa melihat apa yang dilakukan konsumen Anda. Dan bukan itu saja, kompetitor bisa melihat Anda, dan sebaliknya, Anda pun bisa melihat apa yang dilakukan kompetitor.

Social Connectors

Connector ketiga yang menjadi sangat penting di era New Wave ini adalah Social Connector. Berbasiskan komunitas dan jejaring, Connector seperti ini semakin relevan di dunia New Wave karena ia dapat menghorisontalkan partisipan di lanskap bisnis dan menghubungkan perusahaan dengan konsumen, kompetitor, dan para change-agents-nya.

Contohnya sudah banyak. Pada dasarnya mereka yang memberikan platform social media adalah contoh dari social connectors. Mereka yang memiliki platform komunitas berbasiskan offline dan online adalah contoh dari social connectors.

Di dunia online, situs seperti Facebook menyediakan suatu platform interaksi bagi suatu jejaring sosial. Melalui situs tersebut, kelompok sosial tersebut mendapatkan fasilitas untuk membangun dan menjaga hubungan many-to-many. Situs social media bisa menghubungkan kita dengan semua jejaring teman kuliah, sma, bahkan sampai teman SD. Konektor seperti ini benar-benar hebat.

Sedangkan komunitas offline seperti Harley Owners Group, juga merupakan konektor sosial yang ampuh. Bahkan beberapa pihak konektor seperti ini akan lebih efektif dari situs sosial manapun karena intimacy offline pasti akan lebih intens dibandingkan online.

Sesuatu yang menarik terjadi pada komunitas seperti ini, apapun jabatan seorang anggota komunitas di kehidupan sehari-hari, statusnya dalam komunitas tersebut setara. Jadi bisa jadi seorang direktur bergaul tanpa batas dengan pekerja lapangan. Disinilah benar-benar terjadi horizontalisasi.

Menjadi Connector, Bagaimana Caranya?

Sudah jelas bahwa di era New Wave seperti sekarang, pilihannya hanya dua Connect atau mati suri. Connect menjadi kata kunci yang sakti bagi mereka yang ingin menang di pasar yang semakin horisontal seperti sekarang. Berbagai connecting platform yang tersedia saat ini membuat kita semua saling terhubung dengan satu sama lain.

Untuk menjadi connector, pada dasarnya ada dua cara yang dapat dipilih perusahaan, Pilihan pertama adalah ia dapat menggunakan platform yang ada. Berbagai platform yang sifatnya terbuka dan partisipatif sudah semakin banyak, mulai dari yang sifatnya mobile gadget, event, sampai platform yang berbentuk social networking.

Sedangkan pilihan kedua, yang pada dasarnya langkah yang lebih smart, adalah membuat connecting platform-nya sendiri seperti membuat aplikasi mobile, membuat event-event yang experiential di online dan offline, masuk ke jejaring sosial di dunia maya dan membuat komunitas offline yang kuat.

Persaingan di masa depan akan lebih ditentukan kepada siapa yang punya connecting platform sebagai wadah untuk komunitasnya. Platform seperti ini pada akhirnya ibarat sebuah ‘lapangan parkir,’ semakin banyak jumlah orang yang parkir dan semakin lama ia memarkir di platform tersebut, semakin banyak pula keuntungan yang diraih oleh pemiliknya.

Bagaimana pendapat Anda?

Oleh : Hermawan Kartajaya (HK),Waizly Darwin

Sumber : Kompas, 17.09.09.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar