17 Mei 2011

[170511.ID.BIZ] Organda: Investasi Mobil Buatan Jepang Lebih Mahal

JAKARTA: Operator angkutan darat menilai biaya investasi pengadaan kendaraan berteknologi Jepang saat ini lebih mahal dibandingkan dengan kendaraan buatan China dan Korea Selatan.

Cost effective mobil-mobil Jepang sekarang cukup mahal dengan ukuran yang lebih kecil. Sementara Korsel dan China menawarkan produk yang lebih murah, termasuk harga spare part-nya,” ujar Eka Sari Lorena Soebakti, Ketua Umum DPP Organda (Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan).

Berdasarkan perkiraan Organda, jumlah bus di Indonesia hingga akhir 2010 mencapai  3 juta unit, baik yang beroperasi di antar kota dalam provinsi (AKDP), antarkota antarprovinsi (AKAP) maupun dalam kota.

Sementara itu, jumlah armada truk di Indonesia tercatat sebanyak hampir 6 juta unit. Kendaraan AKAP dan truk-truk ini akan terkena dampak pengurangan BBM bersubsidi yang kini sedang dibahas pemerintah.

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), hingga akhir 2009 jumlah bus AKAP di Indonesia hanya mencapai 18.911 unit dengan jumlah operator sebanyak 846 perusahaan.

Menurut Eka Sari,  revitalisasi ini disiapkan supaya ada kepastian bahwa program meningkatkan kinerja sektor transportasi darat sangat mendesak. "Akan kami sampaikan ke Kemenhub," katanya.

Dia menjelaskan kegiatan revitalisasi transportasi umum darat ini harus dilakukan bukan semata-mata karena sektor ini semakin ditinggalkan pengguna jasa, tetapi untuk meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap pembangunan bangsa.

Dia menambahkan situasi angkutan umum darat pada hari biasa atau tidak sama karena kini operator semakin sulit bersaing dengan moda transportasi lainnya seperti kereta api (KA) dan angkutan udara yang menawarkan harga tiket rendah.

“Belum lagi persaingan antaroperator yang semakin ketat karena pengaturan izin trayek yang tumpang-tindih," tambahnya.

Revitalisasi sektor usaha transportasi darat secara nasional sangat bergantung kepada komitmen pemerintah terutama dalam pengaturan tarif dan komponen lainnya menjadi lebih objektif berdasarkan pertimbangan bisnis, bukan politik. (sut)

Sumber : Bisnis Indonesia, 17.05.11.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar