11 Juli 2012

[110712.ID.LOG] Forwarder Lokal Cemaskan Liberalisasi Logistik 2013


JAKARTA: Perusahaan forwarder nasional meminta jaminan dan proteksi pemerintah RI agar perusahaan multinasional/asing tidak menggarap usaha logistik domestik menjelang diberlakukannya liberalisasi dan integrasi logistik Asean 2013.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (Alfi) DKI Jakarta Sofian Pane mengatakan, kegiatan usaha forwarder dan logistik domestik yang selama ini dikuasai pemain lokal berpotensi tergerus jika tidak ada proteksi melalui regulasi yang  tegas dari pemerintah dan instansi terkait di sektor tersebut.

"Kalau di Pelayaran diberlakukan asas cabotage dimana muatan domestik wajib diangkut kapal bernendera merah putih. Kami berharap di sektor logistik domestik juga di proteksi hal yang sama," ujarnya, Senin (2/7/2012).

Dia mengatakan hingga saat ini usaha logistik dan forwarder nasional menguasai lebih 90% market aktivitas penanganan logistik domestik melalui moda angkutan laut maupun udara, sedangkan untuk penanganan logistik ocean going atau internasional baru mampu meraih market 10%-15%.

"Market kegiatan logistik domestik masih menjadi andalan eksistensi usaha nasional di sektor tersebut," tuturnya.

Sofian yang juga Direktur PT Intermoda Natama Trans itu mengatakan, di Indonesia saat ini setidaknya terdapat 3.500 perusahaan forwarder dengan berbagai skala kegiatan mulai dari yang kecil, menengah hingga besar dengan kesiapan SDM, permodalan dan networking yang berbeda-beda.

"Di DKI Jakarta saja yang tercatat terdapat 1.200 perusahaan," ujarnya.

Kendati begitu untuk kegiatan logistik dan forwarder di DKI Jakarta khususnya yang melayani penanganan lalu lintas kargo dari dan Pelabuhan Tanjung Priok, telah ada proteksi dari Pemprov DKI melalui Peraturan Gubernur No:123/2010 tentang penerbitan SIUP Jasa Pengursan Transportasi (JPT) di DKI Jakarta.

Pergub tersebut, kata dia, mengharuskan rekomendasi ALFI DKI sebelum penerbitan izin oleh dinas perhubungan DKI Jakarta.

"Kami perketat pemberian rekomendasi tersebut, jika perusahaan multinasional atau asing maka harus menggandeng mitra lokal dengan porsi yang lokal yang lebih besar," ujarnya.

Namun, imbuh dia, proteksi di tingkat lokal tersebut hendaknya di lakukan juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia, sebab penanganan logistik tidak hanya dilakukan di Pelabuhan Tanjung Priok meskipun 65% lalu lintas barang ekspor impor maupun antar pulau di lakukan melalui Priok.

"Perlu diberlakukan standar regulasi yang sifatnya nasional, sebab proteksi usaha forwarder nasional tidak cukup hanya di dilakukan di pelabuhan Tanjung Priok, untuk menghadapi liberalisasi logistik Asean 2013," paparnya. (k1/ra)

Sumber : Bisnis Indonesia, 02.07.12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar