11 September 2012

[110912.ID.BIZ] Gelombang Badai Utang Bakrie


TEMPO.CO, Jakarta - Gosip panas itu menyebar cepat melalui pesan pendek telepon seluler di kalangan pelaku pasar modal sejak dua pekan lalu. Dalam pesan itu tertera daftar utang sepuluh perusahaan Grup Bakrie yang jatuh tempo tahun ini. Jumlahnya fantastis dan membuat mata mendelik. Demikian terungkap dalam laporan majalah Tempo edisi 10 September 2012 berjudul "Tsunami Utang Bakrie".

Tak dinyana, awal pekan lalu, Bursa Efek Indonesia melakukan penghentian sementara alias suspensi perdagangan saham dan obligasi BTEL, kode untuk Bakrie Telecom. Penyebabnya, perusahaan operator telepon seluler Esia yang berbasis CDMA itu gagal melunasi utang obligasi BTEL I 2007 yang jatuh tempo.

"Penghentian sementara akan dilakukan mulai awal perdagangan efek pada Selasa ini hingga penjelasan lebih lanjut," kata Kepala Divisi Penilaian Perusahaan Surat Utang Bursa Efek Indonesia Saptono Adi Junarso, Selasa pekan lalu. Utang yang jatuh tempo itu Rp 650 miliar, sedangkan Bakrie Telecom hanya memiliki dana Rp 250 miliar. Esok harinya, suspensi dicabut setelah perusahaan membayar utang pokok berikut bunganya.

Pekan sebelumnya, lantai bursa juga berguncang keras setelah Bumi ­Resources Tbk, perusahaan batu bara andalan Grup Bakrie, mengumumkan rugi US$ 322 juta pada semester pertama 2012. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, mereka masih menangguk untung US$ 232 juta.

Pengumuman itu membuat nilai saham Bumi rontok hingga Rp 630 per lembar. Bumi mengaku rugi akibat transaksi derivatif US$ 145,83 juta karena kejatuhan harga saham dan kemerosotan nilai opsi prepayment pinjamannya ke China Investment Corp (CIC) sebesar US$ 1,3 miliar.

Gagal bayar BTEL dan kerugian Bumi bak membuka kotak pandora. Gelombang tsunami utang yang jatuh tempo terbukti mengintai perusahaan-perusahaan Grup Bakrie. Kendati jumlahnya tak seperti disebut dalam pesan pendek yang beredar di kalangan pelaku bursa, tetap saja nilainya membuat lutut gemetar.

Total utang sepuluh perusahaan yang jatuh tempo pada 2012 mencapai Rp 9,67 triliun. Mereka adalah PT Bakrie & Brothers Tbk, Bumi ­Resources Tbk, Bumi ­Resources Minerals, Bakrieland Development, Energi Mega Persada, Bakrie Sumatera Plantations, Bakrie Telecom, Berau Coal, Visi Media, serta Darma Henwa. Bumi ­Resources Tbk, contohnya, mesti membayar utang sekitar Rp 573 miliar. Tahun depan, perusahaan-perusahaan itu masih harus melunasi tagihan belasan triliun.

Seorang sumber Tempo menyebutkan belitan utang terjadi akibat Bumi merugi serta buah dari praktek gadai saham yang ditengarai menjadi modus pencarian dana Grup Bakrie. Bumi, yang paling "berdaging" dibandingkan dengan perusahaan lainnya, kini kosong kantongnya. "Likuiditas perusahaan Bakrie sudah akut," ucapnya.

Padahal likuiditas menjadi kunci menghadapi utang yang jatuh tempo akibat gadai saham. "Ini soal momen. Kalau jatuh tempo tak ada uang, ya, semua perusahaan kena." Menurut dia, Grup Bakrie mencari dana dari berbagai lembaga keuangan dengan cara gadai saham meski dibe­bani bunga tinggi. Cara ini ditempuh karena tak ada akses ke perbankan. "Gadai saham bisa bikin Grup Bakrie kehilangan Bumi," katanya.

Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan Bumi, Dileep Srivastava, menolak perusahaannya disebut berada di ambang kebangkrutan. "Bagaimana bisa bangkrut jika dalam setiap kuartal kinerjanya meningkat?" ujarnya kepada Satwika Movementi dari Tempo akhir Agustus lalu.

Dileep juga mengklaim pemasukan perusahaan meningkat 9-10 persen dibanding tahun lalu. Dia menjelaskan pula, "Kami masih memiliki aset cadangan sekitar tiga miliar ton batu bara dan nonbatu bara." Namun profesional berkewarganegaraan India ini mengiyakan soal adanya kemungkinan penjualan aset untuk membayar utang. "Jika harganya tepat," katanya.

Sumber : Tempo, 10.09.12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar