29 September 2012

[290912.ID.BIZ] Resesi : Bank Sentral China Enggan Longgarkan Kebijakan Moneter



JAKARTA: Meski bank-bank sentral utama lain seperti Bank Sentral Eropa (ECB), the Federal Reserve (the Fed), dan Bank Jepang (BOJ) telah melancarkan ‘quantitative easing’ (QE), Bank Rakyat China (PBOC) diperkirakan tidak akan mengikuti langkah mereka.

Sebagai bank sentral perekonomian terbesar kedua di dunia yang tengah melambat, PBOC berpotensi beri stimulus untuk genjot perekonomian, meningkatkan konsumsi domestik untuk mengimbangi penurunan ekspor, dan mengangkat lagi kinerja bursa saham.

Meski demikian, menurut Rektor Universitas Renmin Chen Yulu yang merupakan penasehat akademis PBOC, risiko rebound harga properti menjadi alasan mengapa pemerintah menahan diri untuk beri stimulus.

“Kebijakan moneter China tengah dalam situasi yang cukup sulit. Pemerintah harus menstabilkan pertumbuhan, tapi di sisi lain juga harus mencegah rebound harga perumahan,” kata Chen seperti dikuti dari Bloomberg.

PBOJ telah memangkas suku bunga acuan pada Juni dan Juli, serta menurunkan rasio kecukupan cadangan modal pada Mei. Pertumbuhan ekonomi terus turun dalam 7 kuartal terakhir karena ekspor dan permintaan domestik yang melemah.

Pemerintah juga telah membatasi industri properti yang sebelumnya lebih memanjakan spekulan ketimbang pembeli rumah murah. Pemerintah mengatur sistem KPR, sehingga harga properti lebih terjangkau dan tidak volatil.

“Sekali properti menggelembung, tidak ada satupun negara yang mampu mengatasi masalah ini secara efektif. Sebagian besar malah harus kena krisis. China tidak boleh krisis,” jelas Chen.

Menurutnya, keputusan menurunkan suku bunga acuan dan rasio kecukupan modal tergantung pada seberapa buruk kondisi eksternal. Setelah ECB, the Fed, dan BOJ memberi stimulus, ada harapan perekonomian dan permintaan ekspor membaik.

Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti, kondisi perekonomian China yang tidak separah Eropa, AS, dan Jepang juga menjadi alasan mengapa China tidak mengikuti langkah yang diambil ketiga bank sentral tersebut.

“China tidak perlu menyuntikkan dana ke pasar SUN,” ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.

Menurutnya, pemerintah Negeri Tirai Bambu akan lebih berkosentrasi dalam peningkatan belanja negara terutama untuk investasi proyek pembangunan  infrastruktur guna meningkatkan penanaman modal asing (PMA) dan menciptakan lapangan pekerjaan.

Chen juga melihat hubungan ekonomi China dengan Jepang terancam oleh konflik sengketa kepulauan di Laut China Timur yang telah menyulut unjuk rasa besar-besaran di China dan mengganggu kinerja perusahaan-perusahaan Jepang di China.

Sebelumnya, pemerintah China ingin menjadikan Tokyo sebagai pusat bisnis berdenominasi yuan. Namun, rencana ini semakin sulit mengingat memanasnya hubungan bilateral kedua negara dengan perekonomian terbesar di Asia itu.

Chen melihat Hong Kong, Singapura, London, dan Taiwan berpotensi menggantikan peran Tokyo untuk menjadi basis bisnis yuan di luar negeri. “Perdagangan antar kedua negara telah berkurang. Saya harap ini sementara,” ujarnya. (/faa)

Sumber : Bisnis Indonesia, 28.09.12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar