26 November 2012

[261112.ID.BIZ] Jepang Menuju Jurang Resesi


Oleh : Takashi Nakamichi

TOKYO – Pemerintah Jepang berada dalam tekanan kuat untuk bisa mendorong kembali pertumbuhan ekonomi domestik setelah data yang keluar Senin lalu menunjukkan adanya kontraksi tajam pada triwulan ketiga. 

Keadaan ini mau tidak mau memaksa menteri ekonomi Jepang untuk menerima kemungkinan bahwa negara itu sudah memasuki masa resesi.

Data itu menunjukkan penurunan pada produk domestik bruto (PDB) tahunan di level 3,5% pada rentang Juli hingga September. Persentase itu tercatat sebagai yang terendah sejak Jepang diguncang gempa dan disapu tsunami pada Maret 2011. Volume ekspor, tingkat konsumsi, dan investasi di sektor usaha membukukan penurunan paling tajam, demikian Cabinet Office Jepang mengumumkan.

 “Dengan melihat indikator ekonomi yang ada, ekonomi hampir pasti menuju jurang resesi,” ujar menteri ekonomi Jepang, Seiji Maehara.

Situasi yang berada di luar perkiraan pemerintah dan bank sentral Jepang ini mengancam rencana pemerintah negeri Matahari Terbit untuk merevisi pajak penjualan, aksi utama dalam skema pemangkasan utang negara yang menumpuk.

Dalam beberapa pekan mendatang, pemerintah dan Bank of Japan sepertinya akan meningkatkan upaya menggelontorkan stimulus.

Menteri Maehara menekankan niat pemerintah untuk menawarkan paket stimulus baru pada akhir November. Ini adalah tambahan atas stimulus sebelumnya yang dialirkan akhir Oktober lalu senilai ¥422,6 miliar, atau sekitar Rp 50,9 triliun. Namun, menimbang besarnya utang publik Jepang, angka stimulus tambahan itu nantinya diperkirakan tidak besar.

Tekanan atas bank sentral untuk melakukan aksi lebih jauh guna menyiasati situasi terkini juga kian kuat.
“Bank [sentral] harus mengerahkan segala daya upaya untuk memperbesar dampak dari kebijakan [monetary] easing semaksimal mungkin,” ujar Gubernur Bank of Japan, Masaaki Shirakawa.

Menurutnya, terlalu dini untuk membicarakan penghentian monetary easing itu. Hal ini membuka jalan bagi aksi lebih lanjut menyusul rapat kebijakan 30 Oktober lalu. Kala itu, bank sentral menaikkan nilai program pembelian aset—alat utama monetary easing—sebesar ¥11 triliun, atau Rp 1.300 triliun. Maka total nilai program itu mencapai ¥91 triliun, atau sekitar Rp 11.000 triliun.

Menurut para analis, data PDB itu bisa memaksa bank sentral lebih cepat bertindak. “Sepertinya, tahun ini akan ada lagi kemungkinan diambilnya tindakan [monetary] easing,” ujar Yoshimasa Maruyama, ekonom senior Itochu Corp.

Menurut data ekonomi yang dirilis pada Senin lalu, kuatnya dampak krisis utang Eropa serta penguatan nilai tukar yen yang menyusutkan volume ekspor terlalu berat untuk bisa diimbangi oleh tingkat belanja publik saat ini.

Dengan tingkat konsumsi yang diperkirakan akan melemah pada kuartal keempat, Jepang diramalkan takkan bisa memulihkan ekonominya dengan segera. Masalah sengketa wilayah dengan Cina juga dapat menghambat volume ekspor Jepang.

Pelemahan itu dapat mengancam kenaikan sebesar lima persen poin pajak penjualan yang akan diterapkan dalam dua tahap mulai tahun 2014.

— Dengan kontribusi dari Mitsuru Obe.

Sumber : TWSJ, 13.11.12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar