15 September 2013

[150913.ID.BIZ] Uang Muka KPR Diusulkan Turun, Ini Alasannya

Bisnis.com, JAKARTA— Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia mengusulkan pembayaran uang muka sebesar Rp1 juta bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR).

“Usulan tersebut diajukan untuk memenuhi kebutuhan papan, sehingga dapat memangkas angka kebutuhan rumah (backlog) yang sangat tinggi,” ucap Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso dalam rilis yang diterima Bisnis, Jumat (13/9/2013).

Selain itu, sambungnya, dia meyakini dengan kemudahan ini akan menggairahkan sektor riil. Usulan tersebut, ujarnya, merupakan respons dari penugasan Menteri Perindustrian kepada pengembang untuk berkontribusi dalam menggerakkan sektor riil.

Untuk itu, jelasnya, REI membutuhkan dukungan dari otoritas moneter demi meyakinkan praktisi perbankan guna melonggarkan aturan penyaluran KPR, khususnya yang ditujukan kepada MBR.

Menurutnya, meski pembayaran uang muka hanya Rp1 juta, sisa pembayaran lainnya bisa dimasukkan dalam skema KPR. Format pembayaran seperti ini, tuturnya, lebih baik dari pada bank harus mengeluarkan kredit tanpa agunan (KTA) untuk membayar uang muka pembelian properti.

“Melalui program ini, maka dalam 3 tahun pertama dari total tenor pengajuan KPR yang dibiayai Fasiltias Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bisa dialokasikan untuk pembayaran cicilan uang muka,” katanya.

Usulan tersebut, ujar Setyo, dapat direalisasikan bila memperoleh Surat Edaran Gubernur Bank Indonesia sebagai jaminan kepastian penyaluran KPR kepada konsumen. REI berencana akan beraudiensi dengan Gubernur Bank Indonesia dalam waktu dekat.

Secara terpisah, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat Sri Hartoyo mengatakan pihaknya telah mengirimkan permohonan kepada Bank Indonesia untuk menetapkan rasio nilai kredit terhadap nilai agunan (loan to value) KPR-FLPP menjadi 100%, atau pembebasan pembayaran uang muka.

Sri menjelaskan sebelumnya MBR dikenakan kewajiban pembayaran uang muka minimal 5%. Jumlah tersebut, masih dianggap beban bagi MBR. Dengan pembebasan uang muka diharapkan pengajuan KPR-FLPP menjadi lebih tinggi lagi.

“Meskipun begitu bank beralasan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) yang ditanggung akan besar. Padahal, rumah bersubsidi sudah mendapatkan asuransi kebakaran, meninggal, atau gagal bayar. Artinya, risikonya lebih rendah,” ungkapnya.

Dia mengharapkan Bank Indonesia dapat menyetujui permintaan tersebut dan segera memberikan pernyataan terkait, agar perbankan dapat mengaplikasikannya di lapangan.

Di sisi lain,REI meminta penaikan batas atas harga rumah bersubsidi yang terbebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Seperti diketahui, besar patokan atas rumah bersubsidi yang memperoleh pembebasan PPN telah ditetapkan Kemenpera.

Dalam aturan tersebut, harga rumah bersubsidi diatur berdasarkan zonasi, dengan harga Rp88 juta-Rp145 juta per unit, dengan asumsi luas rumah 21 m2-36 m2.

Setyo mengatakan pihaknya akan meminta Menteri Keuangan untuk memberikan keringanan batas pembebasan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

“Kami meminta pembebasan PPN diberlakukan pada harga unit rumah yang awalnya Rp88 juta, menjadi Rp110 juta,” ujarnya.

Selain itu, Setyo memperkirakan investasi di bidang properti dapat membantu menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Dengan investasi Rp1 miliar, akan terserap sekitar 105 tenaga kerja di sektor properti.

“Jika anggaran negara sebesar Rp4 triliun yang dialokasikan untuk pengadaan rumah bagi MBR dikucurkan, setidaknya bisa menyediakan pekerjaan bagi 400.000 tenaga kerja baru,” tandasnya. (ltc)


Sumber : Bisnis Indonesia, 13.09.13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar