21 September 2013

[210913.ID.SEA] Rekomendasi Kemenhub: Inilah 5 Langkah Tekan Dwelling Time di Priok

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan merekomendasikan lima langkah yang mesti dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan untuk memperbaiki waktu tunggu pelayanan kapal  dan barang (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok.

Rekomendasi itu disampaikan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, Bobby R.Mamahit yang dibacakan Sekretaris Ditjen Hubla Kemenhub Erwin Rusmali, saat membuka seminar nasional Kajian Kritis Dwelling Time yang diselenggarakan Majalah Indonesia Shipping Times, hari ini, Rabu (18/9/2013).

Pertama, melakukan peremajaan terhadap angkutan pelabuhan (trucking) yang sebagian besar atau 80% sudah berumur lebih dari 15 tahun.

Kedua, melanjutkan koordinasi dengan Walikota Jakarta Utara agar lahan di depan kawasan Ancol seluas 24 hektare yang belum dimanfaatkan itu dapat dialihfungsikan sebagai buffer tempat kantong parkir sambil menunggu masuk ke pelabuhan sehingga dapat mengurangi kepadatan lalu lintas dari dan ke pelabuhan Priok.

Ketiga, menyiapkan kantong parkir di wilayah timur Jakarta (Cilincing) untuk mengendalikan manajemen traffic trucking.

Keempat, tidak menjadikan dermaga di pelabuhan Priok sebagai tempat penumpukan barang agar kapal bisa melakukan bongkar muat dengan produktivitas tinggi.

Kelima, Pemilik barang dan instansi terkait yakni Bea dan Cukai dan Badan Karantina agar mengoptimalkan pemanfaatan tempat pemeriksaan fisik terpadu (TPFT) di Pelabuhan Tanjung Priok.

Bobby mengatakan pemangku kepentingan harus menindaklanjuti rekomendasi Kemenhub untuk menekan dwelling time agar tercipta kelancaran arus barang di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

Saat ini, dwelling time di pelabuhan Priok mencapai 8 hari dari sebelumnya hanya 5,8 hari. Bahkan untuk peti kemas impor jalur merah yang mesti dilakukan pemeriksaan fisik bisa memakan waktu lebih dari 14 hari.

Bobby mengatakan, upaya menurunkan dwelling time menjadi fokus pemerintah guna menciptakan daya saing ekonomi dan logistik nasional. “Bahkan sudah dilakukan dengan sejumlah kebijakan strategis.”

Setidaknya, , terdapat tiga langkah strategis yang sudah diupayakan pemerintah, yakni pengembangan pelabuhan Tanjung Priok dengan menyiapkan terminal Kalibaru yang sedang dalam proses pekerjaan fisik, melakukan penataan lahan dan membongkar gudang di pelabuhan Priok untuk menambah kapasitas tampung pelabuhan, serta optimalisasi fasilitas Cikarang Dry Port (CDP).

Sesuai rencana induk Pelabuhan Tanjung Priok, sebagaimana di tetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No:38/2012, pengembangan pelabuhan dalam jangka pendek adalah membangun  terminal Kalibaru Jakarta Utara (2012-2017) dan untuk jangka menengah (2018-2023) menyiapkan pelabuhan Cilamaya Jawa Barat.

“Terminal Kalibaru merupakan solusi jangka pendek, sedangkan jangka menengah yakni membangun Pelabuhan Cilamaya yang diharapkan bisa beroperasi pada 2020,” tuturnya.

Pelabuhan Cilamaya yang diperkirakan menelan investasi Rp40 triliun itu disiapkan sebagai pelabuhan modern khusus peti kemas dan terminal mobil yang perencanaanya terintegrasi dengan pusat indsutri dan logsitik di sekitarnya (hinterland).

Kepala  Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Sahat Simatupang  mengatakan untuk menurunkan dwelling time, pengguna jasa cukup membuka modul pertukaran data Indonesia national single window(INSW) dengan inaport, sehingga informasi muatan dan manifest barang bisa diakses oleh semua pihak.

“Agar pre clearance bisa lebih cepat, ini menjadi prioritas utama kordinasi antara OP Priok dan Bea Cukai pelabuhan Priok,” ujarnya.

Sahat mengatakan, pre clearance mengkontribusi 53% atas dwelling time, kemudian custom clearance 27%, sedangkan port clearance 20%.

Jalur Merah
Sekjen BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Achmad Ridwan Tento mengatakan pemeriksaan fisik peti kemas impor jalur merah di TPFT turut meningkatkan dwelling time karena proses ini memakan waktu 5-8 hari.

Namun, mulai 17 September 2013, Jakarta International Container Terminal (JICT) menerapkan sistem terintegrasi dengan TPFT, sehingga pemilik barang tidak perlu lagi membawa surat pemeriksaan jalur merah (SPJM) ke bagian billing JICT untuk mengurus permohonan pemeriksaan fisik peti kemas atau behandle.

Kini, mereka cukup melihat layar monitor yang disediakan JICT. “Sistem ini diharapkan dapat memangkas waktu proses pemeriksaan fisik peti kemas impor hanya menjadi 2-3 hari saja,” tuturnya.

Ridwan mengatakan tingginya dwelling time di Priok juga tidak terlepas dari perilaku dan karakteristik importir.
Dia mencontohkan importir produsen otomotif menggunakan pelabuhan sebagai gudang karena rantai produksinya  memakai metodejust in time. Adapun importir pakan ternak tidak berani menimbun barang di gudang di luar pelabuhan karena takut dituduh menimbun.

Begitupun importir yang terkena larangan pembatasan (lartas) diharuskan klarifikasi dari sejumlah instansi. “Klarifikasi dari instansi terkait ini membutuhkan waktu lama sebab belum ada standar dalam pengurusan dokumen barang yang terkena lartas.” (k1)

Sumber : Bisnis Indonesia, 18.09.13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar