03 Desember 2013

[031213.ID.BIZ] Liberalisasi Pelabuhan & Bandara Penting Bagi Kawasan Timur

Bisnis.com, JAKARTA--Kehadiran swasta, termasuk asing, dalam liberalisasi pelabuhan dinilai ekonom sangat penting bagi kawasan timur Indonesia (KTI) yang memang membutuhkan pelabuhan di setiap pulau-pulau besar dan kecil.

Ekonom sekaligus komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan swasta bisa berinvestasi membangun pelabuhan besar di KTI yang menguntungkan, sementara pemerintah masuk mengelola pelabuhan kecil yang tidak profitable.

"Kebijakan liberalisasi pengelolaan pelabuhan akan mengakselerasi bisnis di KTI," katanya, Minggu (24/11/2013).

Hal itu dikatakannya terkait dengan kebijakan pemerintah untuk meliberalisasi pengelolaan bandara dan pelabuhan di Indonesia yang memberi peluang bagi asing untuk masuk.

Menurutnya beberapa bandara di Tanah Air seperti Soekarno Hatta Jakarta dan Sultan Hasanuddin Makassar sudah melebihi kapasitas. Sayangnya, pemerintah dianggap tidak punya cukup dana untuk membiayai perluasan bandara.

Bandingkan juga dengan  bandara di Kualalumpur, Malaysia, Bangkok, Thailand, Changi, Singapura, Incheon, Seoul Korsel, Narita, Tokyo, Indira Gandhi New Delhi, Dubai, Uni Emirat Arat, dan Schipol, Belanda semuanya mewah, rapih, bersih, dan luas.

"Bandara-bandara itu sangat aman dan nyaman yang menjadi daya tarik tersendiri bagi tourisme," paparnya.

Demikian juga dengan pelabuhan di Indonesia yang menurutnya perlu perbaikan karena selama ini sangat tidak efisien, kalah dari pelabuhan Singapura, Penang, Bangkok, bahkan Vietnam.

Hal itu, lanjutnya, menjadi penyebab logistic performance index Indonesia buruk dan menjadi negara dengan biaya logistik paling mahal di dunia.

Menurutnya di Amerika dan Eropa hampir semua bandara dan pelabuhan dikelola oleh swasta dengan pengecualian untuk beberapa bandara dan pelabuhan militer yang masih berada di bawah kontrol pemerintah.

"Sulit berharap kepada keuangan pemerintah untuk mengakselerasi pembangunan bandara dan pelabuhan di Indonesia," kata ekonom Universitas Hassanuddin ini.   (ra)

Sumber : Bisnis Indonesia, 24.11.13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar