Oleh : Achmad Aris
JAKARTA (Bisnis.com): Gabungan Importir Seluruh Indonesia (Ginsi) menilai Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di seluruh pelabuhan di Indonesia menetapkan nilai pabean secara sepihak dan tidak transparan, sehingga hal tersebut membuat importir mengajukan keberatan.
Ketua Umum BPP Ginsi Amirudin Saud mengatakan penetapan nilai transaksi hanya berdasarkan data base Ditjen Bea dan Cukai yang selalu ditetapkan lebih tinggi dari nilai transaksi yang sebenarnya diajukan oleh importir.
“Para importir tidak memiliki akses untuk mengetahui data base tersebut. Dengan demikian Dirjen Bea Cukai telah melanggar UU No. 187/2006 tentang Kepabeanan,” katanya dalam acara seminar bertajuk Sengketa Kepabeanan dan Solusinya pada Ditjen Bea Dan Cukai dan Pengadilan Pajak di Jakarta, hari ini.
Menurutnya, dengan ditetapkannya nilai pabean untuk menghitung bea masuk berdasarkan data base yang lebih tinggi tersebut membuat importir dirugikan, karena dikenai sanksi adminsitrasi berupa denda koreksi sebesar 1.000% dari bea masuk yang dibayar kurang.
“Dengan dikenakannya denda tersebut, importir dengan berbagai argumentasinya mengajukan keberatan kepada kepala kantor Bea dan Cukai setempat,” jelasnya.
Untuk itu Amirudin meminta agar penetapan nilai transaksi sejalan dengan definisi yang dianut oleh GATT 1994, yang menyebutkan nilai transaksi adalah nilai yang dibayarkan atau seharusnya dibayar oleh importir dalam transaksinya dengan eksportir di luar negeri.(er)
Sumber : Bisnis Indonesia, 21.10.09.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar